hujan luar biasa deras. disertai angin. aku terjebak di tempat ini. Perpustakaan Kota Jogjakarta. melihat luar biasa banyak anak-anak sekolah yang belajar privat -les -dan menghabiskan waktunya hanya untuk mengulang dan memperjelas pelajaran yang harusnya sudah jelas. tiba-tiba ada sebuah ide, menulis sebuah buku kecil mengenai sekolah dan guru.
sudah sangat lama aku ingin menulis perihal pendidikan secara khusus. tapi aku tak menemukan judul yang tepat. dan anehnya, di sore yang dingin kali ini. saat melihat nyaris setiap hari, anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas berdesak-desakan memenuhi perpustakaan hanya untuk sekedar les. aku ingin memberikan judul buku kecilku, Menghapus Sekolah Menghapus Guru. judul yang aku anggap sangat tepat menyuarakan isi kepalaku selama ini.
bagi beberapa anak, yang jumlahnya aku rasa cukup banyak. sekolah sudah tak terlalu penting. bahkan kadang sebagai kewajiban yang menjengkelkan. terlebih saat guru les privat dan berbagai macam jenis bimbel ada di mana-mana. seolah-seolah sedang berupaya menggusur fungsi dan peran sekolah itu sendiri. munculnya guru les dan bimbel sendiri, menandakan kemunduran besar dunia pendidikan Indonesia yang berbentuk sekolahan.
seandainya sekolah bukanlah kewajiban untuk meraih sekedar ijazah. mungkin, aku sendiri pun malas untuk pergi ke sekolah. dan seandainya ijazah bisa dicari dan dibuat di berbagai macam bimbel. sekolah akan kehilangan peminatnya dan runtuh. walau pada akhirnya digantikan dengan sekolah tipe baru. tapi setidaknya, sekolah tradisional akan terasa mengerikan. tempat kekejaman masa kecil harus dijalani.
perpus kota ini, sedikit sekali digunakan untuk membaca buku. fungsi utamanya untuk les, mengerjakan tugas, proyek, atau sekedar bersenda gurau. dan ketika siang hari. anak-anak berseragam putih abu-abu atau cokelat berkeliaran di dalam ruangan ini. kadang garis merah hitam milik anak Stella Duce juga. bukan untuk membaca buku di luar pelajaran mereka atau bersenang-senang. tapi lebih pada menghabiskan waktu hidupnya untuk bertemu dengan guru lesnya. .
hidup di masa remaja hanya untuk sekolah. les. memikirkan pelajaran dan tugas. tidakkah itu sangat menyebalkan?
sering aku bertanya, apa gunanya seorang guru jika anak-anak didiknya malah sibuk di tempat les setelah pulang sekolah? apakah hari ini, ada seorang guru yang merasa malu jika ternyata ada anak didiknya yang masih membutuhkan orang lain untuk mengajari mereka lagi mengenai pelajaran yang harusnya sudah selesai di kelas?
jika ada seorang guru yang anak didiknya tak paham dan merasa kesulitan menerima pelajaran yang diberikannya. harusnya guru itu merasa malu. berarti dia seorang guru yang tak memiliki banyak cara yang berbeda untuk menangani berbagai macam jenis orang yang berbeda-beda. atau adakalanya, seorang guru menolak untuk ditanya atau dimintai penjelasan secara detail. jika seorang anak atau siswa sudah sangat diacuhkan dan tak dipedulikan lagi di dalam kelas. mereka pun lari ke les dan bimbel. jika di sebuah sekolah perkotaan, jumlah anak didiknya berbondong-bondong melakukan les. berarti ada yang tak beres dengan sistem dan sekolah itu. cara mengajar dan sudut pandang mereka terhadap siswa bersifat satu arah. dan oh, ya iblis! Sekolah dan guru adalah beban dan monster yang menakutkan!
sistem sekolah nasional. pemerintah. dana. pola pikir guru. dan banyak lainnya, bisa dipikirkan. dan yah, ity sudah sangat diperdebatkan dan aku tak mau lagi terlalu banyak menyinggungnya.
aku masih membaca Catatan Dari Bawah Tanah milik Dostoyevski. tubuh masih cukup panas dan hidungnya agak berair. memandang anak-anak remaja yang hingga mendekati jam 18:00 masih berada di perpustkaan bersama guru les mereka. hingga kadang sampai jam 20:00-22:00. aku sering terpikir, apakah sekolah dan guru masihlah sangat penting secara tradisonal? tidakkah lebih baik kita hapus saja sekolah beserta guru di dalamnya. lalu belajar dengan seseorang, entah kita menyebutnya guru atau siapa, dengan sesuka hati kita.
belajar di rumah. di taman. di cafe. dan di mana pun kita maui. tanpa harus pergi ke sekolah dan bertemu dengan guru-guru yang tidak bisa dibantah, tidak bisa diganti, dan tidak bisa dipersalahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESAI-ESAI KESEHARIAN
Randomaku ingin berbicara tentang keseharian kita sebagai manusia. saat aku melihat sesuatu, sebuah peristiwa, keganjilan, perasaan resah, perpolitikan, omong kosong hidup, hal-hal sepele yang mengganjal di hati, seni yang aku masuki, dunia puisi, sastra...