PETER KASENDA

102 5 6
                                    

Meninggalnya Peter Kasenda, seorang sejarawan yang lembut, baik hati, dan kalem, membuatku sejujurnya sedikit tertegun. Sampai akhirnya aku ada di sini, melihat berbagai macam orang di bercakap-cakap. Bertukar sapa dengan orang-orang yang aku kenal di Social Movement Institute, yang sejak dulu masih menyenangkan dan menerimaku dengan sangat baik. Tidak seperti di dunia kesenian atau sastra. Di dunia yang satu ini, aku merasa sedikit diterima.

Ada bang Eko Prasetyo. JJ. Rizal yang pernah memiliki penerbitan Komunitas Bambu. Wildan. Bang Imam dan banyak lainnya. Ya, acara mengenang Peter Kasenda yang begitu intim, membuat aku mengingat orang tua itu. Berbincang dengannya, dengan keramahtamahannya, sangatlah menyentuh. Tak heran jika JJ. Rizal dan Eko Prasetyo berkaca-kaca saat mengisahkan Peter. Dia memang tokoh yang agak langka.

Peter Kasenda adalah sejarawan yang begitu ramah dan menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk sejarah dan Soekarno yang dicintainya. Dia meninggal. Satu generasi penulis serius telah berakhir. Aku berpikir, saat para penulis dan para pemikir serius di negara ini akhirnya meninggal. Apakah aku dan generasiku mampu menggantikan posisi mereka? Terlebih generasi milenial, apakah bisa?

Ah, biarlah. Biarlah negara ini banyak kehilangan orang baiknya. Beserta para intelektual besarnya yang masih mau bersusah payah seperti Peter.

ESAI-ESAI KESEHARIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang