ISLAM; AGAMA YANG MEREDUP SEBELUM PERGANTIAN ABAD

61 3 0
                                    

Aku tak paham dengan Tuhan orang-orang Islam. Aku hanya merasa, seolah, Ia mengabaikan agama yang diciptakannya sendiri. Dengan membiarkan agama itu terlibat dalam banyak kemunduran, perang, masalah migrasi, salah satu penyebab gangguan kejiwaan, sampai akhir-akhir ini, pencabulan.

Mungkin, Tuhan sudah bosan dan tak lagi tertarik. Membiarkan saja pemeluk agama itu dan lebih suka dengan bangsa Yahudi atau orang-orang sekuler yang lebih menarik. Atau, siapa tahu, ia sangat suka melihat penderitaan umat-umatnya. Atau, ia benar-benar mengalami kebosanan. Benar-benar bosan.

Ia mungkin sudah bosan melihat manusia, sebagai keberadaan yang sudah habis. Dan tak ada sesuatu yang sangat menakjubkan lagi dari ciptaannya itu.

Tapi entahlah, setidaknya, ada banyak orang Islam yang baik seperti tetangga sebelah dan sekian banyak orang Islam yang aku temui. Mereka menyenangkan. Indah. Dan penuh damai. Orang-orang Islam semacam itu menyenangkan. Membuat betah. Dan membuat citra Islam menjadi enak dan tak menuntut.

Banyak dari mereka lebih enak bertetangga, tak membicarakan politik, rasisme, filsafat, dan hal-hal yang membuat kepala berdenyut pusing dan ingin marah. Dalam diam dan saling melempar senyum, manusia menjadi keberadaan yang layak. Dan orang-orang Islam, entah Meraka yang liberal, berbasis kenusantaraan, abangan, masa bodoh, atau yang paling taat. Mereka menjadi keberadaan yang menyenangkan asalkan tidak jatuh dalam ranah pemaksaan nilai moral di depan publik. Tidak terbebani oleh hal-hal yang mendorongnya harus memaksa orang lain dengan cara keras dan brutal.

Itulah sebabnya, semua orang islam, saat berada di kereta, bus, pesawat, dan acara publik lainnya, dalam diam yang lembut di sebuah perjalanan. Mereka menjadi pribadi yang enak untuk dilihat. Sebuah dunia tanpa suara. Dan sangat tak membahayakan, bagi mereka yang mereka dirinya berada di tengah-tengah bahaya.

Sayangnya, dalam dunia semacam ini, saat nyaris kebanyakan manusia mengidap gangguan kejiwaan. Agama entah mengapa, tak banyak bisa melindungi kegelisahan kita di dunia yang tak menentu ini. Banyak dari orang-orang beragama, entah apa itu agamanya, mengalami gangguan jiwa ringan dan berat. Dan beberapa di antaranya, tak kuat menghadapinya, berlindung dalam agama, lalu membuat cemar agama itu.

Masalahnya, semakin hari semakin banyak.

Dulu, aku sering menyarankan teman-temanku, jika kamu tak ingin memperparah Islam dan menjadi agama yang kelak banyak ditinggalkan, "keluarlah dari Islam. Jika kamu tak kuat menjalaninya. Dari pada akhirnya, kamu akan menjadi salah satu orang yang paling banyak melecehkan dan menghancurkan agama itu."

Sayang sekali, beberapa orang Islam yang punya masalah kejiwaan berat atau masalah serius dalam dunia sosial dan lainnya. Lebih suka mempertahankan agamanya dari pada menjadi murtad. Yang mereka anggap, sebagai jalan lebar menuju neraka. Dan banyak dari orang-orang itu, akhirnya melakukan pembunuhan, korupsi, melakukan dosa-dosa besar, bunuh diri, perceraian, memakan uang haram setiap harinya, dan begitu tak tahu malunya melakukan pencabulan saat berada dalam posisi tertinggi sebagai tokoh keagamaan.

Orang-orang semacam itu, jika sejak awal sadar diri-kalau kelak ia akan merusak agamanya jika masalah kejiwaan dan wataknya tidak segara diurus dengan baik. Cepat atau lambat, hal-hal tak terduga akan terjadi. Dan agama yang ia anut semakin rusak dengan banyaknya orang gila yang berlindung dalam agama karena takut masuk neraka dan tak diterima di sisi-Nya.

Lebih baik mana, sadar diri, melindungi nama agama dengan keluar dari agama itu atau masih mempertahankan agama tapi melakukan tindak pencabulan dan pembunuhan yang kejam?

Entahlah. Lagian, selama ini, Tuhan juga santai-santai saja saat melihat Islam semakin merosot, mengalami penderitaan perang berkepanjangan, dan kian hari, begitu banyaknya pengikutnya yang mencemarkan nama Islam itu sendiri.

Kian hari, banyak generasi baru tak lagi tertarik dengan Islam kecuali orang-orang Islam muncul dari kelahiran dari orang Islam sendiri. Bukan karena pencarian dan keinginan sendiri memeluk Islam. Jika banyak orang memilih menjadi ateis, masa bodoh dengan agama, menjadi agnostik, atau keluar dari agama yang ia anut sejak kecil. Jika kian hari, banyak anak muda mulai muak dengan agama masa kecilnya karena melakukan banyak hal-hal yang mengerikan dan begitu menjijikkan secara moral sosial. Maka, sebuah generasi baru, entah berapa banyak itu, akan mencoba menghapus identitas keislaman dari dirinya dan mencoba menjauhkan anak-anaknya untuk mengenal Islam lebih dekat lagi.

Saat Islam makin ditinggalkan dan dipandang dengan tatapan sinis. Para penjahat entah mengapa, malah mengasah otaknya jauh lebih baik. Berani menghadapi bahaya. Dan memanfaatkan kejeniusan otaknya. Beberapa lagi, para ateis, malah menjadi pemelihara bumi, filantropis, dan membentuk sebuah negara yang begitu sangat santun dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Dan orang-orang Islam, dari awal abad sampai akhir abad, hanya bisa sekedar mencoba membenahi diri sendiri.

Dan akhirnya, gagal.

Islam, sebuah agama, yang masih besar, tapi tak mampu lagi bangkit seperti dahulu kala. Sampai entah abad ke berapa di depan sana. Agama yang tak akan benar-benar bisa pulih lagi.

Karena agama itu, terlalu banyak diisi oleh orang-orang yang tak berani menghadapi dirinya sendiri. Tak berani mengakui kesalahannya. Dan akhirnya, beberapa di antara mereka tak mampu lagi menghadapi dunia ini.  Dan dalam setiap generasi, akan selalu ada orang-orang Islam yang semakin menghancurkan nama Islam itu sendiri.

Sampai pada waktunya, agama itu, menjadi agama yang paling cepat banyak ditinggalkan di seluruh dunia ini.

Dengan anak-anak muda yang hidup dengan membayangkan, setiap hari, bahwa ia telah menjalani kehidupan islami yang baik. Dengan uang dari orangtua yang bekerja dari bos kapitalis. Dengan alat-alat kerja dari kebudayaan yang dibenci. Dan dari hiburan-hiburan yang dibuat oleh orang-orang tak beragama.

Banyak anak muda dari kalangan Islam sangat kebingungan dan tak tahu lagi harus melakukan apa. Mereka kadang mencoba membela Islam di mata publik dan media sosial. Sayangnya, gaya hidupnya dan apa saja yang ia cintai sangat tak mencerminkan nilai keislaman sama sekali. Semua bertentangan. Dan seandainya mereka disuruh memilih antara mencintai Islam, kembali ke Tuhan, atau tetap memilih gaya hidup ke-Barat-an dan segala jenis kesenangan yang dilarang agamanya. Banyak dari mereka tak siap. Dan tentu saja, lebih memilih meneruskan pendidikannya, hidup nyaman, dan masa bodoh dengan dari masa asalnya yang didapatkan oleh orangtua masing-masing.

Aku telah melihat begitu banyaknya orangtua dan anak muda semacam itu. Mereka tak lebih dari kaum oportunis. Sekedar hidup. Cari aman. Mati. Tak lebih.

Mereka tak sanggup menjalankan nilai-nilai Islam dalam dunia harian mereka sendiri tapi menuntut orang lain menjalankannya. Mencoba meluruskan kesalahan padangan orang lain soal Islam di sana sini. Padahal ia sendiri, salah satu orang yang tak peduli dengan tata cara hidup Islam setiap harinya.

Anak muda yang kebingungan. Yang sejak kecil terlanjur diajari nilai-nilai Islam. Setelah beranjak remaja-muda, mereka mempelopori kehancuran Islam karena kebingungan mereka sendiri. Kebingungan memilih hidup. Ketidakberanian memilih hidup. Dan tersiksa oleh pertentangan moral dan nilai dari berbagai sisi.

Mereka, adalah anak-anak muda yang dilahirkan dari para orangtua yang gagal. Yang juga tak tahu banyak soal Islam. Tak serius memeluk Islam. Lalu melahirkan anak-anak dengan menanamkan nilai-nilai Keislaman yang kelak membuat anak-anak itu kesakitan karena segalanya tak tuntas dan kehidupan modern begitu sangat berbeda dengan corak pendidikan yang serba membingungkan.

Anak-anak muda, yang tak akan membuat Islam kembali besar. Malah membawa Islam terjatuh sedemikian kerasnya.

ESAI-ESAI KESEHARIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang