MUSNAHNYA ORANG TIONGHOA INDONESIA

343 7 0
                                    

Arogansi ras, etnis, ekonomi, militer, budaya, politik, dan semacamnya, sejujurnya hanya berlaku bagi orang yang siap mati dan jenis orang masa bodoh. Negara, bangsa, masyarakat, etnis, dan lainnya yang merasa unggul dengan semua itu, lupa terhadap sejarah manusia. Tak ada keunggulan secara terus-menerus. Suatu saat, periode kejatuhan, kehancuran, maupun krisis dalam segala hal akan terjadi. Terlebih, jika rasisme masih dipertahankan dengan kuat di negara angkat masing-masing.

Bagaimana bisa rasisme, merasa diri lebih hebat dari yang lainnya masih dipertahankan oleh warga Tionghoa perantauan di seluruh dunia? Dari pojok Afrika, di tengah-tengah rakyat Amerika dan Eropa yang frustasi akibat krisis ekonomi, hingga bagian-bagian luas Asia Tenggara. Membuat kantong-kantong, China Town, atau pecinan. Seolah, sedang membentengi diri dari ras rendah lainnya. Atau, membaur di antara mereka sendiri. Dengan perasaan, mereka adalah ras unggul dari peradaban lama yang bangkit kembali. Kebangkitan ekonomi Tiongkok hari ini, semakin membuat banyak orang Tionghoa perantauan lupa diri tentang masa depan dan kemungkinan-kemungkinan.

Banyak masyarakat Barat, dan Asia lainnya hingga Afrika, memiliki kebencian yang terpendam terhadap etnis Tionghoa. Malahan, akhir-akhir ini nama mereka seolah disandingkan dengan kaum Yahudi. Berbeda dengan kaum Yahudi yang masih cukup mudah berbaur dengan masyarakat Barat. Sedangkan etnis Tionghoa, sedikit memiliki perasaan berbaur dan menjadi satu dengan sekitarnya. Sehingga di negara mana pun, mereka akan sangat mencolok. Dari warna kulit, hingga ketidakmauan keras kepala mereka untuk membaurkan diri.

Tanpa sadar, orang-orang Tionghoa Perantauan di seluruh dunia, sedang sepakat tanpa sadar, untuk melakukan bunuh diri bersama-sama. Mereka membangun dunia yang akan menggantung dan menghukum mati mereka sendiri.

Diaspora China umumnya disebabkan oleh kelaparan dan kemiskinan di tanah air, tulis Martin Jacques dalam bukunya When China Rules The World. Sayangnya, banyak Tionghoa lupa akan sejarah itu.

Nah, banyak warga Tionghoa, merasa sejarah adalah hal sepele, tak penting, dan tak harus dipelajari. Mereka mengagumi bidang sains hingga ekonomi. Kebanyakan itu. Sayangnya. Yang lainnya dianggap rendah. Di situlah, titik buta mengerikan terjadi.

Hari ini, keunggulan ekonomi mereka di negara angkat mereka masing-masing, menujukkan bahwa mereka keluar dari negaranya akibat kelaparan, perang, kelebihan penduduk, kekurangan lapangan pekerjaan, kemiskinan, tekanan politik, ekonomi, dan pertarungan ideologis. Dan persebaran mereka yang terbanyak adalah di Asia Tenggara. Indonesia yang terbanyak. Surga bagi masyarakat Tionghoa selama ini. Di mana mereka bisa hidup cukup nyaman bahkan mewah, mudah, dan sangat layak. Walau ada beberapa kali masalah, itu masih lebih bagus dari pada kediktatoran dan kerusuhan di negara asal mereka sendiri dulu.

Sayangnya, mereka banyak menghapus sejarah di dalam diri mereka. Mereka mewariskan anak-anak mereka, generasi baru, dengan perasaan congkak, keunggulan ras, dan betapa hebatnya Tiongkok, nenek moyang atau tempat kelahiran mereka kini. Mereka jarang mengajari anak-anak mereka sejarah peradaban, sejarah perpolitikan, benturan ekonomi militer dan muatan politis di dalamnya. Dan mereka nyaris mengajari anak-anak mereka untuk menghapus sejarah masa lalu dan kemungkinan masa depan. Dan penghargaan terhadap negara angkat, sedimikian rendahnya. Nyaris berujung pada fanatisme fatal negara asal yang belum pernah mereka jumpai atau malah yang membuat kakek-nenek mereka terusir atau keluar dari kampung halamannya. Banyak orang tua Tionghoa hari ini, merendahkan, menghujat, atau menghalangi anak-anak mereka yang berpikir lebih luas, dewasa, dan sadar akan apa yang seharusnya dilakukan dari pada terkungkung dengan rasisme dan negeri asal.

Itu berarti, kebanyakan seorang Tionghoa hari ini, mengajari anak-anaknya untuk melihat yang bukan mereka adalah ras rendah atau pribumi, kebanyakan dari mereka menyebutnya. Mereka mengidap penyakit kulit putih. Atau lebih tepatnya kulit kuning. Dan di Indonesia, seolah-olah mereka hidup layaknya orang Barat, Eropa atau Belanda di masa lalu. Kecerobohan mengerikan dari ras yang hebat dan bisa berpikir tajam dan mengagumkan itu. Kecerobohan paling mengerikan yang pernah aku amati dan kelak harus dibayar mahal. Lebih mahal dari apa pun yang terdahulu.

ESAI-ESAI KESEHARIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang