Apa jadinya negara ini, jika masyarakatnya sudah mirip para politikus dan pengusaha yang ada di pusat Jakarta? Bayangkanlah. Bagaimana perasaanmu, jika kau dijual oleh orang yang kau kagumi, partaimu, pemimpin, atau presiden yang kamu pilih?
Sekarang ini, tradisi menjual pengikut, yang dulu nyaris hanya dikuasai oleh elit politik kini merambah masyarakat secara luas. Terlebih di dunia maya semacam facebook, twitter, dan yang paling ngetren adalah instagram. Sekali lagi, apa yang kau rasakan, jika tiba-tiba kau dijual oleh orang yang kau kagumi bahkan adalah teman dan kekasihmu sendiri demi uang jutaan rupiah? Bagaimana perasaanmu?
□
Yah, hari ini, pertemanan ada untuk dijual. Membangun sebanyak mungkin pertemanan. Lalu juallah pertemanan itu. Sekarang, pertemanan atau pengikut dihargai sebagai sekedar barang dagangan atau berbau komersil. Setiap orang yang ada dan kita temui, bisa kita jual. Tak peduli siapa pun itu. Entah di dalamnya ada seniman, pengacara, pengusaha, rakyat jelata, bahkan presiden. Asalkan menguntungkan, semua bisa dijual dan dipindahtangankan. Sama halnya dengan perusahaan, partai, atau negara. Asal kamu memiliki uang, pengikut dan temanku bisa jadi milikmu. Seperti itulah cara berpikir terbaru masyarakat kita.
Jika kau tak sengaja bertemu dengan orang yang menjual apa saja demi uang. Hati-hatilah. Dirimu, entah sebagai teman, sahabat, kekasih, orang tua, atau pengikut. Bisa jadi, kelak kamu akan dijual atau ditinggalkan kalau sudah tak lagi menguntungkan.
Logika ekonomi yang bertumpu pada egoisme diri sendiri atau keegoisan satu arah, telah menyebar luas. Apakah ini menakutkan atau hal yang harus kita kaji ulang dan arahkan untuk mencapai berbagai macam inovasi dan perubahan baik?
□
Para kapitalis kecil. Inilah generasi kita hari ini. Mereka nyaris mirip orang-orang di Wall Street dan spekulan. Mereka mengejar uang, kemewahan, status sosial, dan kemudahan-kemudahan hidup dengan cara apa pun; menjual istri atau suami sendiri. Menggadaikan teman untuk ditiduri teman yang lain. Menjual pengikut dan para pengagum tanpa perasaan malu dan sok bermoral demi lembaran uang. Bahkan sangat sering, menjual diri sendiri untuk menarik uang demi mendapatkan kemudahan hidup. Yang lainnya, yang sudah konvensional, menjual agama-aliran kepercayaan, penyembuhan, hingga rasa aman akan masa depan; perusahaan asuransi dan partai politik.
Perbedaannya dengan kapitalisme Eropa, Amerika, dan Asia Timur adalah ilmu pengetahuan, teknologi, ide atau gagasan, informasi, relasi, ditambah ketamakan, kelicikan, dan mental yang sangat kuat.Semua itu demi kunpulan uang dalam bentuk apa pun. Lembaran kertas. Batang emas. Bit Coin. Atau pengaruh dan status sosial.
Sedangkan kapitalisme kecil di masyarakat kita dewasa ini, lebih tepatnya ke arah konservatif, peniruan, kehati-hatian yang menjurus pada kemandegan dan kejenuhan pada akhirnya, dan ketiadaan bakat dan keinginan untuk kreatif dan menghasilkan sesuatu yang baru. Karena menghasilkan sesuatu yang baru terasa lama dan merepotkan. Masyarakat kita lebih gemar mengikuti arus ekonomi dan kemudahan dalam meraup uang. Itu berarti, masyarakat epigon tanpa kreativitas yang mendalam dan radikal. Contohnya nyatanya, setiap warung di sisi jalan hingga tubuh-tubuh telanjang di Instagram. Hingga akhirnya pasar jenuh tanpa ledakan kreativitas dan penemuan yang berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ESAI-ESAI KESEHARIAN
Randomaku ingin berbicara tentang keseharian kita sebagai manusia. saat aku melihat sesuatu, sebuah peristiwa, keganjilan, perasaan resah, perpolitikan, omong kosong hidup, hal-hal sepele yang mengganjal di hati, seni yang aku masuki, dunia puisi, sastra...