MENUNGGU RISMA

153 9 5
                                    

JOKOWI melakukan kesalahan paling fatal dalam karir perpolitikannya. Tidak hanya terlihat sebagai blunder tapi kegagalan sebagai seorang pemimpin yang harusnya punya kekuasaan lebih terhadap dirinya sendiri dari tekanan internal partai dan lain sebagainya. Tapi tak perlu heran. Sejak awal aku sudah mengetahuinya. Aku hanya kasihan terhadap para pemuja dan pengagumnya. Terlebih mereka yang terlalu berharap padanya secara menggebu-gebu.

Seperti tulisanku yang sebelumnya, BERAKHIRNYA KEBAHAGIAAN PENDUKUNG JOKOWI. Wajah Jokowi akhirnya terlihat sempurna di pertengahan tahun ini. Dan ternyata kebahagiaan pendukung Jokowi berakhir jauh lebih cepat dari apa yang aku bayangkan.

Aku menulis ini bukan berarti tidak menyukai Jokowi. Aku hanya tak pernah memandang dia sebagai figur presiden yang ideal. Dan sampai sekarang pun, aku tak terlalu terkesan dengan dirinya. Sebuah dunia yang hampir memasuki pertengahan abad.

Mengapa banyak orang begitu rabun terhadap geliat politik, karakter kepemimpinan, dan kemungkinan masa depan dalam kenegaraan? Inilah yang sangat aneh. Bahkan teman-tenanku dahulu memilih Prabowo dengan keyakinan yang aneh dan buta. Padahal mereka adalah sosok terpelajar. Dan betapa anehnya hal yang sama terjadi. Mengagumi Jokowi dengan begitu bersemangatnya hingga akhirnya apa yang aku tulis dan pikirkan terbukti benar.

Jokowi adalah presiden yang memilih keutuhan negara dan kedamaian semunya. Menggandeng sosok yang membuat orang-orang non-Islam mungkin ingin membanting handphonenya atau merobek-robek poster miliknya. Kekecewaan yang terlampau besar. Dan tentunya, negara ini bukan milik orang Islam saja. Terlebih, apa yang akan dilakukan oleh bakal wakil presiden yang pernah membawa Ahok ke penjara itu?

Sudahlah. Lima tahun ke depan, kemajuan Indonesia terlihat suram. Bayang-bayangan percepatan sains,ilmu pengetahuan, lingkungan hidup,kota ramah manusia, dan banyak lainnya kini tinggal masa lalu. Dan Jakarta akan tetap menjadi kota paling buruk lima tahun ke depannya.

Semoga saja Indonesia tidak menjadi masyarakat berlabel halal di mana-mana. Yah, salah satu keputusan paling nyata bagi yang kecewa adalah golput total biar kekecewaan itu tampak dengan luar biasanya. Biar harapan yang tadinya melambung dan kini hancur bisa terwakilkan dengan jelas. Menjadi antipati dan masa bodoh dengan sadar akibat ketololan para pemimpin kita. Tidakkah pilihan bijak?

Hanya orang idiot yang mau memilih Sandiaga Uno. Hanya orang tolol berlipat seribu yang mau memilih Anies Baswedan. Dan hanya orang yang tak peka secara politik yang berharap banyak dengan Jokowi.

Dan hanya orang sinting yang memilih Prabowo yang telah memilih orang buruk semacam Sandiaga Uno.

Kamu tidak perlu menjadi psikolog untuk tahu siapa itu Uno. Dan kamu tidak perlu menjadi pintar dan jenius untuk menilai Anies Baswedan. Kedua orang itu adalah kesalahan terbesar dalam sejarah perpolitikan negeri ini. Jika aku adalah presiden, menteri, atau pemimpin partai apa apun yang serius mencintai bangsa. Aku akan mencoret dua nama itu untuk selama-lamanya dari muka bumi perpolitikan Indonesia. Selama-lamanya.

Terpilihnya dua orang itu hanya bukti ketololan mayoritas masyarakat ini. Masyarakat terpelajar yang tak menggunakan otaknya dengan benar untuk menilai, mempelajari, dan memandang ke depan. Seolah-olah, melihat tumpukan masyarakat terpelajar yang jumlahnya jutaan salah memilih, itu tidak hanya seperti melihat film horor. Tapi lebih dari itu. Kesintingan paling konyol dari logika kaum terpelajar yang kapasitas otaknya entah pada ke mana.

Dan melihat warga kecil yang salah memilih, itu juga berarti akibat dari warga kota terpelajar yang tolol. Kenapa mereka tak membuat warga desa dan kampung perkotaan melek secara politik dan ilmu pengetahuan serta wawasan agar tidak mudah tertipu? Ya, pada dasarnya warga kota terpelajar tak peduli akan hal itu. Yang mereka lakukan hanya mengeluh saat Ahok kalah dan disidang. Dan saat kini Jokowi kembali seolah mengulangi apa yang terjadi di Jakarta. Orang-orang harusnya sudah sadar, warga kota terpelajar yang sok baik itu, dan mereka yang berharap banyak pada Jokowi, lupa, bahwa mereka adalah bagian yang juga ikut mendorong sistem semacam ini terwujud. Sistem yang membuat Jokowi terpaksa harus sekuat tenaga meredam perpecahan dengan mengorbankan sebagian masa depan negara ini.

Karena banyak orang terpelajar hanya ongkang-ongkang kaki. Sudah merasa hebat saat berkoar di Facebook dan Twitter. Dengan sekedar mendukung, seolah segala masalah akan selesai dengan sendirinya. Ya, karena, siapa sih yang sekarang mau jadi aktivis kecuali benar-benar orang sinting dan lugu?

Baiklah. SELAMAT ANDA SEMUA KECEWA. Puaskanlah kekecewaan lugu kalian. Karena hanya orang yang terlalu tak pekalah yang pantas kecewa dan tak begitu mengerti arus politik dan watak seseorang.

Lalu mari kita menengok beberapa tahun ke depan. Menengok Risma. Dan mengawasi pencapainnya untuk Surabaya. Jika Rism masih sangat konsisten dalam kepemimpinannya. Maka, dialah kelak yang paling layak dijadikan presiden masa depan Indonesia setelah periode tolol PEMILU 2019.

Seorang perempuan yang nyaris aku setarakan dengan Angela Merkel dan Margaret Thatcher. Apakah ini berlebihan? Tidak. Kecuali jika Risma tersangkut masalah dan membuat rekam buruk dari akhirnya kepemimpinannya. Jika tidak, dia memang perempuan yang memang sangat layak mengatasi bencana setelah lima tahun ke depan usai.

Perempuan yang harus berjuang mati-matian mengatasi semua masalah pelik yang tak terselesaikan presiden terdahulu. Mengatasi masalah rasial, keagamaaan dan kesukuan. Mengatasi menipisnya sumber daya alam dan hancurnya daya dukung lingkungan. Mengatasi krisis energi parah. Mengatasi ledakan penduduk yang akhirnya menjadi beban berat di saat Indonesia mendekati 2030. Mengatasi masyarakat yang terancam wabah gila dan gangguan kejiwaan parah. Mengatasi letupan masyarakat bersumbu pendek yang jumlahnya mengagumkan. Mengatasi para bajingan dan keparat berdasi. Mengatasi koruptor dan terorisme. Mengatasi tekanan luar negeri. Dan mengatasi perubahan iklim yang akan mengacaukan pertanian dan ketersediaan pangan kita. Ditambah mengatasi ketertinggalan sains dan ilmu pengetahuan beserta sekian banyak lainnya.

Ini adalah abad yang bukan saatnya kita sibuk dengan politik identitas dan mendorong mundur negara untuk kembali mengurusi rasisme, konflik keagamaan dan sebagainya. Ini harusnya menjadi abad percepatan. Tapi, nyatanya tidak.

Dan selamat, bagi kalian yang terlampau cinta dengan agama dan bangga dengan menjadi konsumen mutlak. Selamat, semoga Tuhan akan menyelamatkan kalian di kemungkinan perang dan bencana yang akan datang.

Lalu, hari ini, aku hanya ingin tertawa. Ya Tuhan Kambing! Kenapa orang terpelajar Indonesia itu goblok-goblok?

ESAI-ESAI KESEHARIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang