06.SECHS

810 143 572
                                    

Keajaiban itu ada,
Jika kita mempercayainya.
Jadi,
Apakah kau percaya sebuah keajaiban?
-Luna-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Bel pulang sekolah berbunyi, Acha cepat-cepat mengemasi buku dan memasukkannya ke dalam tas lalu berlari menuju keluar kelas. Sedangkan Nabilla masih setia menemani Rachel yang sedang mencatat catatan fisika.

Nabilla memangku dagunya di tangan. "Kira-kira hal apaan ya yang bakalan dilakuin si Acha?" gumamnya.

Rachel yang sibuk hanya melirik ke Nabilla sebentar lalu melanjutkan catatannya.

"Dasar. Kenapa temen lo jahat banget sih, Bil?" ucap Rachel.

"Mana gue tahu, tapi gue dukung lho kalau dia ngerjain Luna. Biar itu anak tahu rasa, jangan sok iye di sekolah."

~

Di parkiran, Acha mengendap menuju tempat dimana sepeda Luna berada. Acha paham betul bagaimana tampilan sepeda gadis itu, karena di sekolah hanya ada dua orang yang memakai sepeda, yang pertama Luna, dan satunya lagi laki-laki.

Acha tertawa sarkas saat menemukan sepeda bermotif hitam putih tersebut. Kemudian, dengan gesit ia mengempeskan kedua ban sepeda Luna sebelum pemiliknya datang.

"Mampus lo, akhirnya gue bisa bikin lo susah walaupun cuma dengan hal kecil doang," kata Acha seraya mendengus. "Dasar sepeda butut, jelek," ejeknya.

Setelah selesai dengan urusannya, Acha langsung bergegas lari.

~

Luna berjalan santai di koridor, untung saja Pak Dito -guru olahraga- memberikannya keringanan setelah Luna menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya saat jam olahraga berlangsung.

Alhasil, Luna tidak jadi mendapatkan pengurangan poin dan diperbolehkan mengambil nilai voli minggu depan, ia bersyukur walaupun tidak akan mendapatkan nilai 100 karena tetap di sanksi, setidaknya lembaran nilai Luna tidak kosong.

Ketika sampai di parkiran, Luna berpaspasan dengan seorang lelaki yang pernah mengajaknya berbicara saat di perpustakaan. Lelaki itu ternyata juga mengendarai sepeda, sama sepertinya.

Luna berjalan menuju sepedanya yang tepat berada di samping sepeda lelaki itu, kemudian ia menoleh, melihat name tag yang tertera di baju si kacamata.

El.

El doang?

Luna mengernyit, baru kali ini ia melihat nama seseorang yang hanya dilengkapi oleh 2 huruf.

"Kenapa?" tanya El yang berhasil membuyarkan lamunan Luna.

"Ah ..." Luna menerjabkan mata. "Gapapa," jawab gadis itu gugup.

Tatapan El membuat Luna kikuk, agaknya Luna merasa seperti sedang ketangkap basah saat mencuri.

El hanya mengangguk, lalu matanya beralih kepada ban Luna yang kempes. "Ban lo kempes."

"Ha?"

Telunjuk El mengarah pada ban sepeda Luna, dan tatapan gadis itu mengikutinya. Sontak ketika menyadari ban nya kempes, Luna terkejut dan lemas.

Sekarang apa lagi?

"Dasar pengecut," geram Luna mengumpat Rachel dengan suara kecil.

"Sorry?"

Luna meringis, keceplosan. "Nggak. Nggak ada apa-apa."

"Yaudah deh, kalo gitu gue duluan ya," lanjut Luna lalu menaikkan standar sepedanya mulai membawa sepeda itu keluar parkiran tanpa menaikinya. Terpaksa kali ini Luna harus berjalan kaki sambil mencari bengkel terdekat.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang