56.SECHSUNDFÜNFZIG

239 29 32
                                    

Kesabaran itu ia susun rapi hingga menjadi tembok tak tersentuh yang tampak utuh.
Mencoba untuk terus membentengi sang jiwa dari peliknya duka,
yang selalu memaksa menerobos masuk ke dalam labirin putus asa.
-Evanescence-

HAPPY READ-
EITSSS NANTI DULU!

Tolong puter musik yang ada di mulmed, ya! Khusus buat bagian Rachel aja, soalnya aku nulis pakai musik itu^^

Udah? Oke, lanjut~
HAPPY READING, PEEPS!

~

Lo jahat!

Lo enggak pantas hidup!

Lo munafik!

Hidup lo cuma jadi beban buat orang sekitar!

Lo lebih pantas mati!

Deru napas yang semula teratur itu menjadi saling berlomba.

Keringat membanjiri pelipis dan perlahan turun membasahi area lehernya.

Dengan kelopak mata yang masih terpejam rapat, sepasang tangan lembut mencengkram erat seprai.

Sesak. Ini terlalu sesak.

Beban yang menghantam keras mentalnya membuat atma itu semakin terhimpit pada labirin keputusasaan.

Sebentar lagi.

Mungkin sebentar lagi ia akan terjun bebas dengan asa yang semakin memudar. Mencoba bergerak, menggapai apa pun agar tidak terjatuh. Namun naasnya, yang terdapat di sana hanyalah ruang hampa.

Kepala sang gadis menoleh ke kanan dan kiri, air mata mulai membanjiri wajah indahnya.

Menyerah aja!

Lo harus mati!

Lo penyebab semua kesedihan yang terjadi!

Mati!

Mati!

Mati!

"MAMAAAAA!" Rachel terduduk dengan wajah yang pucat pasi. Bahu gadis itu naik turun karena deru napas yang tidak teratur, air matanya pun masih menetes, bahkan semakin deras tak urung keringat juga turut membanjiri area sekitar wajah sehingga membuat dirinya tampak semakin menyedihkan.

Tadi ternyata cuma mimpi. Tapi kenapa sesaknya sampai ke realita?

Sorot matanya terlihat ketakutan, netra itu jelas sedang bergetar.

Bersama dengan ketakutan yang menyerang, Rachel memegang kepala dengan kedua tangan lalu meremas surainya. "Gue ... pantas mati?" Bibir gadis itu memucat.

"Gue ... beban?" Liquid bening miliknya semakin mengucur deras. "Gue ... harus mati, ya?"

Dalam beberapa detik, ia terkekeh pelan. Matanya melebar menatap seluruh penjuru kamarnya yang mewah. Walaupun begitu, tangan Rachel tetap meremas rambutnya sambil sesekali menghentak surai itu dengan kuat.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang