68.ACHTUNDSECHZIG

209 23 22
                                    

Hidup bukanlah sebuah dongeng.
Tidak ada yang tahu pasti bagaimana akhir dari cerita seseorang.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Luna menoleh ke belakang sekali lagi, untuk memperingati Bryan agar tidak berbicara sembarangan kepada pacarnya.

Sedangkan Bryan yang melihat tatapan tajam dari arah pintu masuk kembali memperlihatkan cengirannya seraya mengedipkan sebelah mata. Meskipun gadis itu memasang ekspresi serius, Bryan sama sekali tidak terganggu.

Karena Bryan memang tidak ada niat untuk menghancurkan hubungan mereka. Justru, Bryan sangat berterima kasih kepada El karena telah melahirkan senyuman di wajah cantiknya Luna.

Setelah Luna masuk ke rumah, Bryan mendekati El yang sedang sibuk memerhatikan dirinya.

"Kita ngobrol di mobil aja biar lebih enak, bisa duduk," tawar Bryan ramah.

El hanya mengangguk. Lalu, mengikuti Bryan yang sudah lebih dulu melangkah.

~

"Papa harusnya sadar! Selama ini Papa udah buat keluarga kita menderita karena keegoisan Papa!" Rachel menatap nanar orang tua di depannya yang masih bersidekap dada.

Rei membalas tatapan anaknya dengan sorot tak kalah menantang dan tajam. Sejak kapan Rachel menjadi seperti ini?

Apa jangan-jangan Luna sudah meracuni otaknya?

Sedangkan Rachel merasakan sesak di dadanya, serta deru napas yang tak beraturan. Untuk pertama kalinya ia membangkang dan berteriak kepada sang Papa. Hal itu membuat Rachel merasa takut dan emosi secara bersamaan.

Rei bergerak, mencengkram dagu Rachel dengan kuat. "Berani-beraninya kamu berteriak seperti itu kepada orang yang selalu membantu kamu, Rachel?!" Desisnya.

Kedua alis Rachel menyatu. Air mata kembali menggenang di kelopak matanya.

"APA SEMUA INI KARENA LUNA?!"

Mata gadis itu terbelalak. Terkejut karena Rei berteriak tepat di depan wajahnya.

Badan Rachel gemetar hebat. Rasa takut semakin menguasai dirinya hingga Rachel merasa mual dan juga pusing. Namun, ia tetap memberanikan diri untuk tetap menatap Rei.

"KAMU MAU MENJADI ANAK YANG TIDAK BERGUNA SEPERTI DIA, RACHEL?!" Cengkraman pada dagunya semakin menguat, menjadikan Rachel sedikit meringis saat kuku sang papa mengenai kulitnya.

Jika hanya dicengkram dan diteriaki seperti ini saja Rachel rasanya ingin kabur, bagaimana dengan Luna yang diperlakukan oleh papanya lebih dari yang ia rasakan seperti sekarang?

Ternyata mental adiknya sungguh kuat.

"KENAPA DIAM? KE MANA SUARA TINGGI KAMU TADI, HAH?!"

"Shh ..." Rachel kembali meringis, sepertinya kuku Rei sudah berhasil membuat kulitnya tergores.

Melihat diamnya Rachel membuat Rei semakin naik pitam hingga matanya menggelap. Sudah dibilang, Rei sangat benci ditentang.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang