Kehidupan yang terlalu banyak tanda tanya,
melahirkan rangkaian berbagai prasangka yang ia biarkan merambat menikam akal sehat.
-evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
Bryan mengetuk lantai marmer dengan sepatunya seraya melirik jam tangan. Sudah lima belas menit berlalu, namun Rachel belum juga terlihat menuruni tangga.
Jujur saja, Bryan sedikit merasa cemas akan hal itu.
"Kok lama banget, sih?" Laki-laki itu menggerutu.
Jika dibiarkan seperti ini, bisa-bisa Rachel akan terlambat masuk ke sekolah.
Karena tidak ingin menunggu lebih lama, Bryan berinisiatif untuk menjemput Rachel ke kamarnya.
Ia berdiri, lalu melangkah dengan sedikit terburu-buru.
Langkah kakinya menaiki tangga membuat suara yang cukup berisik, ditambah lagi suasana rumah itu sangat sepi.
Jika saja ia sedang berada di negeri dongeng, dipastikan bahwa rumah kediaman Rei sekeluarga ini adalah rumah Cinderella.
Begitu besar, mewah, dan juga sepi.
Setelah dirinya sampai di depan pintu kamar Rachel, Bryan menghela napas sebentar kemudian tangannya terulur untuk memegang gagang pintu.
Prang!
Sebuah suara benda dijatuhkan terdengar dari dalam kamar yang membuat Bryan sedikit terperanjat. Dadanya bergemuruh.
Ada apa?
Apakah suara itu ada hubungannya dengan Rachel yang lama keluar kamar?
Bryan dilanda panik. Tentu saja dia langsung membuka pintu dengan ekspresi khawatir yang kentara.
Mata amber itu terbelalak saat mendapati sosok yang dia tunggu sedari tadi sedang meringkuk di samping tempat tidur dengan tangan yang memegang kepalanya.
"RACHEL!" Bryan berlari menghampiri sang pacar.
Entah kenapa melihat Rachel seperti sekarang membuat hati laki-laki itu terasa seperti dihujam sebuah belati.
Bryan berjongkok, napasnya memburu lalu tangan itu terulur hendak memegang bahu Rachel.
"PERGI!" Sang gadis berteriak dengan suara serak. Isakan tangis terdengar jelas di kuping Bryan.
Bryan terdiam sejenak memerhatikan keadaan pacarnya.
Ini bukan Rachel yang selama ini dirinya kenal.
Tidak. Rachel tidak serapuh ini.
Bryan tahu betul bahwa gadis itu selalu baik-baik saja walaupun dia memiliki banyak masalah.
Tangan Bryan yang sempat terhenti untuk memegang Rachel kini kembali bergerak. "Rachel ... sayang? Kamu kenapa–"
"GUE BILANG PERGI YA PERGI! LO BUDEG, BRYAN?!" Rachel membenarkan posisinya, duduk dengan kedua kaki ditekuk lalu menatap tajam sosok laki-laki yang amat dicintainya. Lelehan air mata itu tidak kunjung berhenti sehingga membuat matanya tampak bengkak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...