Sebagian orang selalu berlindung dari kata, "Gitu aja baper." dibanding mengucapkan kata "Maaf, ini memang kesalahanku."
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
Note : Siapin tisu dulu, ya.
~
Luna menatap kagum ke sekitar, matanya berbinar melihat hamparan rumput luas yang dihiasi ilalang setinggi bahu dirinya.
Sebelumnya Luna tidak pernah tahu bahwa di belakang sekolah ada terdapat taman yang bernuansa healing seperti ini, masuk akal saja, karena Luna hanya menghabiskan waktu di area perpustakaan, kelas, dan juga kantin. Selama SMA, Luna tidak berniat untuk menjelajah area sekolahnya walaupun orang awam bilang bahwa sekolah yang ia tempati itu termasuk salah satu sekolah favorit di kotanya.
Hembusan angin yang mulai menerpa kulit serta rambut sebahunya membuat Luna refleks memejamkan mata.
El yang sudah berjalan mendahului Luna dalam beberapa langkah, pun, menghentikan langkah saat tidak merasakan kehadiran gadis itu di dekatnya.
"Lun?" El berbalik.
Seketika senyum hangat terbit di wajah tampan El saat ia melihat sosok gadis yang dicarinya itu sedang menikmati suasana sejuk dengan kedua tangan yang mendekap tubuh mungilnya.
Tanpa sadar, kedua kaki laki-laki itu bergerak mendekat dengan tempo lambat.
"Lun ..." panggil El saat sudah berada tepat di depan gadis yang masih setia memejamkan kelopak matanya.
Rambut Luna bergerak saat diterpa angin, membuat beberapa helai dari rambut itu sedikit menutupi wajah cantiknya.
El mendengus geli. "Lucu," bisiknya dengan sangat pelan. Kemudian, tangan laki-laki itu menggapai helaian rambut Luna, lalu menyampirkannya ke belakang telinga sang gadis.
Merasakan sedikit sentuhan pada area wajahnya membuat Luna tersentak lalu membuka mata seraya berkedip beberapa kali.
Sejak kapan El ada di depan gue? Batin Luna.
Hingga untuk beberapa saat tatapan Luna terkunci kepada sepasang mata obsidian teduh yang kini juga sedang menatapnya.
"Lo kayaknya lagi menikmati banget, ya? Belum pernah ke sini?"
"Belum." Luna membenarkan poni yang sedikit berantakan untuk menutupi bahwa dirinya sedang salah tingkah.
"Nanti kalau ada waktu gue ajak ke sini lagi, oke? Sekarang kita makan dulu, ya. Lo pasti udah laper," ajak laki-laki itu dengan nada yang mampu membuat kaki Luna seketika terasa seperti slime, ditambah lagi El kini menyunggingkan senyuman hingga deretan gigi rapihnya terlihat.
Merasakan sikap El yang penuh dengan kelembutan membuat wajah Luna lagi-lagi merona, hingga degub jantungnya, pun, berdetak lebih cepat dibanding seharusnya.
"I-iya, ayo makan!" Seru Luna semangat dengan mengepalkan tangan kanannya ke udara.
~
"Bunda setiap pagi selalu masak makanan yang banyak buat dijadikan bekal makan siang di sekolah. Makanya gue jarang ke kantin," jelas El sambil menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.
Saat ini mereka berada di bawah pohon rindang yang dikelilingi ilalang, tempat yang paling teduh di antara lainnya.
Luna mengangguk, mulutnya masih dipenuhi oleh makanan hingga pipi gadis itu menggembung.
Setelah menelan makanannya, Luna berkata, "Masakan bunda lo enak banget, gue jadi iri."
El yang semula fokus dengan makan siangnya kini mengalihkan atensi kepada Luna yang sedang duduk bersila di samping kiri dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...