Ironisnya, penampilan luar dari manusia tidak bisa dijadikan sebuah patokan untuk penilaian.
Sebab, manusia ahli dalam hal berpura-pura.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
"Nabilla! Tolongin gue ... hiks."
Bola mata Nabilla membelalak terkejut saat mendengar isakan tangis sahabatnya dari seberang telepon. Dengan gemetar jemari itu menekan tombol "speaker" supaya Acha juga bisa mendengarnya.
"Rachel? Lo kenapa?" tanya Nabilla panik, Acha yang masih belum mengerti hanya bisa mengerutkan dahinya.
"Ada ap-"
Mulut Acha dibekap oleh Nabilla. "Diem." Lalu gadis itu melepaskan bekapannya.
Acha lagi-lagi mendengus.
Apa salahnya nanya, sih? Batin Acha.
"Halo? Rachel? Lo masih di sana?" tanya Nabilla tidak sabaran, berusaha menerka apa yang sudah menimpa sahabatnya.
"Tolongin gue, Nabilla ... gue takut ... sekarang gue lagi ada di rumah ...."
"Oke, gue sama Acha langsung otw ke rumah lo, diam di situ. Jangan pergi ke mana pun sampai kita datang," perintahnya tegas.
Nabilla bergegas turun dari kasur, mengambil kunci mobilnya dengan kasar. "Nanti gue jelasin di mobil. Sekarang, ayo pergi," ucap Nabilla seolah tahu kalimat apa yang akan terlontar dari mulut Acha, kemudian, sedikit berlari keluar kamar mendahului Acha.
Acha hanya terdiam dengan lemas. Kenapa hanya Nabilla saja yang diberitahu oleh Rachel? Padahal, Acha juga sahabatnya.
Terlebih, Acha lah yang lebih sering membantu Rachel dibandingkan Nabilla. Acha yang selalu memasang badan untuk Rachel.
Memikirkannya membuat Acha dilanda cemburu, perasaan respect terhadap Rachel menjadi sedikit memudar dan ia merasa kehadiran dirinya tidak dianggap spesial oleh Rachel, berbeda saat Rachel yang menganggap Nabilla sebagai teman dekatnya.
Acha pikir, ia hanyalah pemeran figuran dalam persahabatan mereka.
~
Di lain tempat, Rachel tersenyum sinis. "Gue nggak bakalan tinggal diam, Luna. Lo tahu sendiri kalau gue anti direndahkan apalagi sama manusia sampah kayak lo."
Rachel berjalan menuju meja rias di kamarnya, penampilan gadis itu masih sama seperti yang terakhir kali ia keluar dari kamar Luna. Rachel sengaja tidak mengubah penampilan agar akting yang dilakukannya menjadi sempurna.
Tangan Rachel bergerak mengambil tas make up lalu mengeluarkan beberapa alat. "Mari kita lihat, siapa loser yang sebenarnya ... gue atau lo," desis Rachel lalu terkekeh.
~
"Jadi, apa yang terjadi dengan Rachel?" Acha membuka suara lebih dulu saat mereka sedang dalam perjalanan ke rumah Rachel.
Pertanyaan Acha membuat Nabilla sedikit melirik ke gadis itu. "Gue nggak tahu seluruhnya, tapi sewaktu dia baru angkat telepon dari gue, itu anak langsung minta tolong sambil nangis-nangis manaan suaranya parau gitu," jawab Nabilla tanpa menoleh karena sedang fokus menyetir.
Acha membuang nafas berat, fokusnya beralih kepada jalan raya. Entah kenapa perasaan Acha menjadi kacau, sebab selama mereka bertiga menjadi teman dekat, Rachel jarang sekali menampakkan kelemahannya. Gadis modis itu selalu tersenyum dan ceria seolah tidak pernah mendapatkan masalah yang berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...