12.ZWÖLF

611 88 310
                                    

Ditelan bersama tangisan,
Dipukul mundur oleh kenyataan,
Lalu dibangkitkan karena sebuah senyuman.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

"Luna! Lo ...," Rachel menghampiri Luna dengan langkah tergesa.

Ketika sudah sampai dihadapan Luna dengan jarak 5 langkah, ekspresi Rachel seketika berubah menjadi datar. "Lo, kok, baru sekarang, sih, kepikiran ngelakuin hal kayak gini? Kenapa nggak dari dulu aja?" tanya gadis itu seraya melipat kedua lengan di depan dada dan melebarkan senyumannya.

Rachel tersenyum remeh. "Dasar, pembawa sial. Gadis nggak tahu diri kayak lo nggak pantas numpang hidup di rumah gue!" Nafas Rachel memburu hingga bahunya naik turun dengan tempo cepat.

"Lo tahu, Luna? Seharusnya lo lakuin ini dari dulu, biar lo cepet mati dan gue jadi anak satu-satunya di keluarga ini," lanjutnya dengan sedikit menggeram menahan emosi yang sebentar lagi akan keluar.

Mendengar ucapan Rachel yang menyakitkan membuat hati Luna kian memanas.

Luna meletakkan cutter yang dipegangnya ke atas nakas. Setelah itu, kaki jenjangnya perlahan berjalan mendekat beberapa langkah di depan Rachel.

Luna memberhentikan langkah ketika merasakan posisi Rachel sudah berada di dalam jangkauan, lalu gadis itu menyunggingkan senyuman miring yang sama persis saat Rei melakukan tindakan kasar terhadap dirinya, postur tubuh Luna begitu santai sambil sesekali menyisir rambut sebahu itu ke belakang.

"Hah ...," Luna menghela nafas, menundukkan kepalanya seraya berkacak pinggang, untuk beberapa saat lidahnya bergerak menekan ke area pipi kanannya di bagian dalam.

Berselang waktu sekian detik, kepala gadis itu perlahan terangkat menatap Rachel dengan sorotan tajam yang disertai kekehan singkat. "Kebanyakan bacot lo, setan." desis Luna.

Brak

Tubuh Rachel terpental jauh hingga menghantam kursi belajar Luna saat tendangan kaki gadis itu berhasil menghentam perut ratanya. Tendangan yang sangat keras sampai membuat Rachel terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah.

Gadis yang mempunyai surai panjang berwarna coklat itu menatap saudaranya tanpa kata, terlalu sakit untuk membuka suara.

"See? Gimana bisa lo mau nyingkirin gue sedangkan ditendang sedikit aja udah k.o, dasar loser." Luna berdecih mengangkat dagunya angkuh, kemudian melangkahkan kakinya keluar kamar. Namun sebelum ia benar-benar pergi, Luna sempat meludah ke arah Rachel walaupun ludahnya tidak sampai mengenai gadis itu yang sedang tersimpuh.

Merasa terkalahkan untuk ke dua kalinya oleh Luna membuat Rachel semakin geram hingga ia mengepalkan tangannya kesal, sorot mata gadis cantik itu menajam dan bola matanya berkaca-kaca.

"Sial!"

~

Luna membuka pintu gerbang rumah, ia berniat mencari udara segar untuk menenangkan hatinya yang sedang dilanda gejolak amarah.

Pertengkarannya kali ini dengan Rachel adalah yang paling parah setelah kejadian di sekolah. Karena sebelumnya, dua kakak beradik itu hanya sebatas beradu mulut saja.

Luna berjalan kaki dengan pelan, gadis itu masih tidak tahu ingin pergi ke mana. Walaupun Luna sudah bertahun-tahun tinggal di daerah ini, Luna jarang sekali keluar rumah selain untuk pergi ke sekolah sehingga ia tidak tahu banyak tentang tempat-tempat bersantai di sekitar rumahnya.

Luna tidak mempunyai waktu walau untuk sekedar refreshing, karena gadis itu disibukkan oleh berbagai pekerjaan rumah dan sekolah. Gadis itu bahkan tidak tahu letak tempat-tempat umum seperti cafe terdekat, taman, dan lain sebagainya.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang