21.EINUNDZWANZIG

497 73 250
                                    

Jangan pernah berniat menabur,
jika pada akhirnya akan kabur.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Rachel memijit tangannya yang masih terasa sakit akibat pelintiran dari Luna, seraya membasahi bibirnya yang kering, Rachel mendengus kesal.

"Kenapa, sih, Papa masih biarin itu manusia nggak tahu diri tinggal di rumah? Bikin repot hidup gue aja," gerutu gadis itu.

Saat ini ia sedang berada di area taman sekolahnya yang terletak di seberang kantin. Jam pelajaran telah berlalu, kini semua murid berhambur ke luar kelas untuk pergi mengisi perutnya yang kosong.

Berbeda dengan Rachel yang sekarang mati-matian menahan nafsu untuk membeli beberapa makanan di kantin. Seingat Rachel, kemarin ia sudah makan berbagai macam coklat yang ada di kulkasnya. Jadi, untuk sekarang Rachel harus mengatur pola makan supaya tubuhnya tetap ideal.

Kruuuk

Rachel meringis. Pola hidupnya dengan diet yang ekstrim membuat Rachel sedikit kesusahan. Bahkan, di saat lapar melanda seperti saat ini, pun, Rachel mau tak mau harus menahan.

Gadis itu memegang perut lalu mengusapnya pelan. "Gue laper, tapi nggak boleh makan," lirihnya.

Netra Rachel mengedar, memandang satu persatu murid yang sedang bercanda tawa dengan teman-temannya sambil makan siang. Melihat raut wajah bahagia yang terlukis pada masing-masing dari mereka membuat hati Rachel tersentil.

Kapan gue bisa hidup sebebas itu? Kapan gue bisa jalani hari dengan menjadi diri sendiri?

Sorot matanya berubah sendu. Jauh dalam lubuk hati Rachel, ia merasa semakin tersiksa.

Pandangan orang-orang tentang dirinya yang bisa melakukan apa pun.

Ekspektasi Rei yang selalu menuntut Rachel untuk selalu menjadi Barbie kesayangan semua orang.

Rachel yang murah senyum.

Rachel yang selalu membantu.

Rachel yang selalu mendapatkan nilai tinggi.

Sebenarnya, Rachel terbebani dengan semua hal itu. Akan tetapi, demi keberlangsungan kehidupannya di masa depan dan juga untuk kelanggengan hubungannya bersama Bryan membuat Rachel bertahan hingga sampai saat ini.

"Kapan kamu pulang, Bryan? Aku capek nanggung semua ini sendirian." Rachel menahan air mata yang ingin menerobos keluar dengan berkedip beberapa kali.

Kedua tangannya yang berada di atas paha itu mengepal, menahan rasa sesak yang membuat Rachel sulit untuk bernafas.

"Andai hidup bisa diulang. Gue lebih milih hidup dengan keadaan seadanya, dibanding harus jalani hidup mewah tapi pada akhirnya bikin mental gue rusak."

Srak

Rachel mengernyit, mencari sumber suara itu ke segala arah.

Suara semak-semak tak jauh dari tempatnya duduk membuat bulu kuduk Rachel meremang. Pasalnya, Rachel duduk di kursi yang paling pojok.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang