Ketika genggaman hangat itu mengerat,
tanpa sadar menjadikan jiwa seolah terikat.
Sehingga membuat hati yang dulunya hitam pekat,
kini dilanda sebuah amor tanpa syarat.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
Luna melirik sosok laki-laki yang tengah sibuk mengeluarkan lembaran koran dari tas sekolah.
Saat ini mereka sedang berada di warung kecil, ingin melegakan tenggorokan yang kering sembari beristirahat sejenak sebelum menjajakan koran ke berbagai komplek.
"Minumnya dihabisin dulu, Lun," perintah El tanpa menoleh, masih sibuk dengan koran di tangannya.
Luna yang lagi duduk di samping laki-laki itu pun berdeham sebentar, kemudian mengambil es teh miliknya yang sisa sedikit di atas meja.
Setelah selesai, Luna kembali mengalihkan atensi ke langit yang sekarang sedang ditutupi oleh gumpalan hitam.
"Kayaknya mau hujan, deh," gumam gadis itu. Netranya masih menatap ke arah langit, menelisik keadaan cuaca.
El menaruh tumpukan koran ke atas meja. "Emangnya kenapa kalau hujan?" Dirinya menatap wajah Luna yang terlihat dari samping.
Kok masih nanya kenapa, sih? Batin Luna menggerutu.
"Ya ..., kalau hujan gimana mau jualan?"
Nada datar yang dikeluarkan oleh gadis di sampingnya membuat El tergelitik.
Seharusnya kalimat itu terlontar dari mulut El, tapi kenapa malah terbalik?
"Kalau hujan ya enggak usah jualan, Lun. Gitu aja repot," imbuhnya santai seraya menyandarkan punggung ke dinding di belakangnya beriring dengan kedua lengan yang melipat di depan dada.
Luna melirik tajam.
Plak
Dia menepuk kecil bahu laki-laki itu.
Bagaimana bisa El terlihat sesantai itu padahal dirinya sudah mulai merasakan panik?
"Lo gimana, sih? Nanti kalau enggak bisa jualan, berarti uang jajan lo buat besok enggak ada, dong?" sahut Luna tidak santai.
El kembali menoleh bersama badannya yang sedikit dia miringkan untuk menghadap Luna, sehingga kini hanya bahu kiri yang laki-laki itu gunakan untuk bersandar di dinding. "Oh, jadi ... lo lagi khawatirin gue?" Sebuah senyum lembut tertangkap dalam manik hazel yang juga sedang menyorotnya.
"H-hah?" Gadis itu tergagap, mulutnya sedikit terbuka lalu bergerak tanpa pola kata.
Mampus!
Kenapa El harus berkata seperti itu, sih? Apa dia bermaksud ingin menjahili Luna yang gampang salah tingkah?
Blush
Luna merasakan pipi yang memanas membuat dirinya dengan spontan beranjak dari tempat duduk. "Ayo pergi! Nanti beneran hujan. Teh esnya udah dibayar, 'kan?" Luna berujar kikuk sembari melangkah menjauh dengan kaku tanpa menoleh ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...