Seperti mumi,
Tampak hidup, walau ternyata jiwanya telah lama mati.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
Luna membuka lemari pakaiannya untuk mengganti baju yang ia pakai.
Gadis itu sudah sampai di rumah, diantar oleh Bryan. Sebenarnya, Bryan ingin Luna menginap di apartemen lebih lama. Biarlah Bryan yang mencari tempat untuk tidur sementara, rumah teman, misalnya.
Bukannya ingin mengekang, Bryan hanya ingin Luna mendapatkan healing dalam waktu yang cukup lama agar dia tidak terlalu rapuh.
Namun, Luna terlihat kekeuh ingin pulang. Luna tidak mau merepotkan Bryan lebih banyak lagi, terlebih laki-laki bule itu adalah pacar dari saudaranya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Luna tidak ingin dicap sebagai perebut walaupun posisinya Luna lebih dulu mengenal dan dekat dengan Bryan.
Jemari lentiknya menyusuri helai demi helai baju yang ada di lemari.
Dirinya baru tersadar bahwa kebanyakan baju yang dia pakai didominasi oleh warna hitam.
Pandangannya tertuju pada satu helai baju kaos polos berwarna abu-abu tua yang berada di gantungan paling ujung. Luna mengambil kaos itu lalu memadukan kaos itu dengan celana jeans selutut.
Luna tersenyum kecil saat mendapati t-shirt yang berukuran besar membungkus tubuh mungilnya. Dia mematut diri di cermin sedikit lebih lama. Kemudian, pandangan Luna jatuh ke kedua tangan.
Goresan-goresan itu ternyata masih membekas di sana. Bahkan, tidak ada satu pun dari luka yang ia dapati memudar.
Senyum kecil itu menyurut sampai dua sudut bibir secara tak sadar tertarik ke bawah membentuk senyuman miris.
Sekelam itu kah hidup dirinya?
Kenapa gumpalan hitam yang mencekam itu selalu menikam dirinya tanpa ampun?
Tidakkah cukup apa yang Luna derita selama ini? Terasa dunia seolah-olah tidak memberi izin gadis itu untuk mengambil sisi bahagia.
Mata Luna memanas, pertanda ingin segera meluncurkan liquid bening yang siap membasahi kedua pipi.
Luna tidak ingin menangis. Tapi, perasaan sesak yang selalu mendesak dirinya membuat pertahanan Luna goyah hingga runtuh.
Tes
Satu bulir air mata berhasil lolos dari manik indahnya yang kemudian semakin mengucur deras.
Luna kembali hancur.
Saat rasa sakit itu semakin menyesakkan hati, membuat kaki Luna menjadi tak kuat untuk menopang tubuh lebih lama lagi sehingga dirinya jatuh ke lantai.
Kedua lutut Luna menekuk, lalu tangannya melingkar memeluk lutut disertai kepala yang terbenam di tengah-tengah jarak antara lutut dan dada.
Kenapa?
Kenapa semua ini harus terjadi pada dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...