Orang lain hanya bisa menghujat dan menilai, sebelum mereka benar-benar mengalami kejadian yang serupa.
-Evanescence-Betul apa betul? :)
HAPPY READING, PEEPS!
~
Luna membuka pintu kamarnya, keluar kamar dengan wajah bantal. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB, Luna keluar berniat untuk makan malam. Setiap hari Luna selalu makan jam segini, karena Luna yakin di jam itu orang-orang di rumah sudah selesai makan dan mulai kembali sibuk dengan urusannya masing-masing hingga Luna bisa makan dengan tenang.
Gadis itu menguap dan melangkah menuruni tangga dengan mata yang menyipit, lalu berbelok ke arah dapur untuk mencari sesuatu di kulkas.
"Gila, cacing di perut gue udah pada demo. Gara-gara keasyikan chattingan sama El, jadi lupa waktu sampai ketiduran gini," gumam gadis itu pelan.
Tangannya meraba ke dalam kulkas, mengambil beberapa potong red velvet yang berada di atas piring.
Sesekali nggak apa-apa, dong, kalau gue ambil makanan enak di rumah. Iya, 'kan? Batin Luna.
"Heh, ngapain lo?"
Duk
"Aw!" ringis Luna lalu mengusap kepalanya yang terbentur pintu kulkas karena refleks saat terkejut.
Tubuh gadis itu berbalik, mendapati Rachel yang sudah rapi dengan balutan dress berwarna peach yang tak berlengan.
Mata Luna menelisik saudaranya dari atas sampai ke bawah. "Kali ini mau mangkal dimana?" tanya Luna sarkas.
Rachel membuang nafasnya lelah, kemudian berjalan mendekati Luna dan menggeser secara kasar tubuh gadis itu hingga Luna sedikit terhuyung ke depan, untung saja piring berisi red velvetnya tidak terjatuh.
"Jangan banyak bacot lo, gue lagi nggak mau berantem," ujar Rachel seraya mengambil sekotak susu di kulkas dan mulai meminumnya.
Luna mendelik ke arah Rachel lalu berdecih. "Halah, bukan nggak mau, tapi lo itu takut sama gue 'kan? Berani cuma pas di dalam kandang doang, cih," hina Luna berusaha menjatuhkan harga diri Rachel.
Setelah puas, Luna melangkahkan kakinya meninggalkan Rachel seorang diri di dapur.
"Lo nggak tahu apa-apa tentang gue, Lun," gumam Rachel meremas pelan kotak susu yang sudah kosong, menatap kepergian adiknya dengan pandangan tajam.
~
Rachel menatap jam yang terpajang di dinding ruang keluarga, kedua kaki gadis yang memakai heels berwarna senada dengan dressnya itu mengetuk lantai marmer berulang kali dengan perasaan campur aduk.
Takut, gelisah, tidak nyaman.
Sudah 10 menit berlalu, akan tetapi Rachel masih belum menunjukkan tanda-tanda ingin segera pergi ke pesta itu.
Rachel memejamkan matanya, mencoba membangkitkan keberanian serta menetralkan detak jantung yang menggila walaupun tangan gadis itu tidak berhenti bergetar.
Rachel memang setakut itu akan pesta, apalagi pesta yang diadakan oleh teman Rei. Rachel benar-benar membenci tatapan buas dari lelaki buaya disana.
Membayangkan mata-mata lelaki jelalatan yang mengintainya saat pesta dimulai, serta berbagai kalimat halus namun mengancam dari Rei yang menjadikan mental Rachel tertekan, membuat gadis itu ketakutan setengah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...