39.NEUNUNDDREIßIG

325 43 75
                                    

Selalu berharap si jingga menampakkan diri lewat cakrawala,
walau akhirnya angan ditelan rasa kecewa.
Karena nyatanya di sana hanya ada gumpalan hitam,
yang selalu siap menikam.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Acha melangkah tanpa ragu saat raganya sudah dekat dengan pintu bercat cokelat tua dengan tulisan 'Ruang Pimpinan' yang berada di tengah pintu tersebut.

Rambut pendeknya bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti irama ketukan flat shoes-nya yang berwarna putih.

Sambil mengeratkan jaket pada tubuhnya, Acha berhenti sebentar di depan pintu itu seraya mendesah pelan. Bersiap untuk menemui penyebab rasa sakit hati yang dia derita selama bertahun-tahun.

Ketika hati mulai merasa yakin, Acha memegang knop pintu dengan erat. "Okay. Let's do it, Acha."

Ceklek

Saat pintu berhasil dibuka, Acha menyembulkan sedikit kepala guna untuk mencari keberadaan sang Ibu.

Gotcha!

Netra itu menangkap sosok wanita yang memakai rok pensil selutut sedang berdiri menghadap kaca besar di sudut ruangan, penampilannya dilengkapi blazer berwarna putih gading yang mendekap kedua bahunya.

Hanya dilihat dari belakang saja Acha sudah mengenal betul siapa sosok dibalik setelan formal itu.

Derap langkah kaki Acha memelan, masuk ke ruangan lalu ia menutup pintu dengan rapat.

"Henny." Deep voice Acha terdengar lantang saat melafalkan nama yang paling dibencinya.

Mendengar namanya dipanggil tak membuat wanita itu serta merta membalikkan badannya segera. Ia hanya bergeming seolah tak mendengar suara apa pun.

Merasa tidak dipedulikan membuat kedua tangan Acha mengepal dengan napas yang berlomba. Matanya memandang tajam ibunya seolah ingin menembus pakaian itu hanya dengan tatapan miliknya. "Apa dengan duit setumpuk itu membuat telinga lo jadi tuli, huh?"

"Mau apa ke sini?"

Akhirnya Henny membuka suara. Nada yang ia keluarkan terdengar sangat tidak bersahabat.

Acha mendengkus sinis. Tidak merasa terkejut dengan sifat angkuh ibunya yang dari dulu tidak pernah hilang.

"Lo nyakitin bokap gue lagi, ya?" Walaupun seperti sedang bertanya, sejujurnya Acha mengeluarkan kalimat pernyataan.

Henny membalikkan badan dengan kedua tangan melipat di depan dada, dagunya yang sedikit terangkat menunjukkan bahwa dirinya lah yang sedang berkuasa. Dengan warna netra yang senada, Henny menyorot dingin.

Acha membalas sorotan itu tidak kalah dingin, menatap tak gentar wanita di depannya. Gadis itu melangkah pelan mendekati ibunya.

Alis Henny menyatu. "Jangan mendekat!"

Meski terlihat angkuh, sejujurnya Henny sedikit was-was dengan anaknya. Terdengar dari nada suaranya yang bergetar namun tetap ia coba stabilkan dengan sedikit berteriak.

Tak memperindah seruan Henny, Acha sedikit melajukan langkahnya dengan smirk yang terpatri pada wajah cantiknya.

Henny semakin kalut ketika Acha yang tak menghiraukan perintahnya.

"Acha!"

Tap

Langkah kaki itu berhenti saat dirinya sudah berdiri tepat di depan ibunya.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang