Mereka benar.
Tidak ada yang abadi di dunia ini,
termasuk kehadiranmu.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
Luna menatap hampa kedua lengannya yang mulai dihiasi oleh darah bercucuran. Lengan yang sempat tidak lagi tersentuh oleh benda tajam itu kini kembali terluka.
Luna menyakiti diri sendiri di dalam wc sekolah. Dengan bodoh, ia berharap ketika dirinya kembali melakukan self harm El akan datang untuk mengobatinya.
Namun ternyata El tetap tidak datang.
Ia tergelak miris. Mengapa ditinggalkan El membuat dirinya menjadi sehancur ini?
Kenapa laki-laki itu merenggut semua harap dalam hidupnya?
Dan mengapa ...
Luna begitu mencintai sosok tampan tersebut?
Sampai-sampai Luna tidak bisa menyisakan barang sedikit ruang untuk kehadiran laki-laki lain karena semuanya sudah terisi oleh El.
Luna tidak mengerti. Bagaimana hanya dengan satu kata yang hadirnya bahkan tidak terlihat bernama cinta itu mampu meluluh lantakkan perasaannya?
Sesaat Luna merasa bahagia. Namun, di waktu lain ia merasa begitu hancur.
Tangis gadis itu menggema.
Gue kangen sama lo, El.
~
Setelah mendapatkan izin untuk pulang awal dengan bantuan Nabilla, tentunya. Luna keluar dari gerbang sekolah.
Awalnya, Rachel dan sahabat yang lain mencoba merayu gadis itu untuk mengantar sampai ke rumah. Akan tetapi, Luna menolak dengan dalih ingin pergi ke suatu tempat.
Akhirnya Luna berjalan kaki meskipun ia tahu kakinya akan dilanda pegal-pegal setelah ini.
Ia tidak ingin menggunakan sepeda. Karena hal itu hanya akan membuat dirinya semakin sakit. Sebab, bersepeda mengingatkan Luna dengan kenangan bersama El.
Luna berjalan cukup jauh.
Entah kenapa kakinya membawa ia ke dermaga yang pernah menjadi tempat singgahan mereka dulu.
Lagi-lagi dada Luna diliputi rasa sesak hingga matanya kembali berair. Walau begitu, ia tetap melanjutkan langkah menuju ujung dermaga sembari menatap hamparan laut luas dengan ombak yang saling mengejar.
Suasana di sini masih terasa sama seperti dulu. Bedanya, sekarang ia sendiri.
Luna mendudukkan diri tepat di tempat ia dulu duduk bersama El. Luna mencoba mengambil napas sedalam mungkin lalu menghembuskannya perlahan.
Gadis itu menipiskan bibir beriringan dengan pandangan yang memburam karena air mata. Ia menoleh ke samping, tangannya terulur untuk mengusap tempat yang pernah El duduki.
Tes
Bulir bening itu menetes.
Rasa rindu serta pedih yang tidak terbendung membuat pertahanan Luna runtuh, lagi dan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...