Bahkan, bumi bisa terbentuk karena sebuah ledakan yang besar bernama Big Bang.
Lantas, mengapa masih menaruh harap agar mempunyai hidup yang selalu berjalan mulus?
Bukankah hal itu mampu menyalahi takdir?
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
"Yang sabar, ya, Rachel ..." Nabilla mengusap bahu Rachel, menenangkan gadis itu yang sedari awal mereka datang sudah menghambur ke pelukan disertai tangisan.
Saat ini mereka sedang berada di kamar Rachel yang bernuansa cream, duduk bertiga di atas kasur dengan Rachel yang berada di tengah-tengah, Nabilla di sisi kanan, dan Acha di sisi kiri.
"Kok bisa Luna nyakitin lo separah ini, sih? Kenapa nggak coba lo lawan?" tanya Nabilla penasaran.
Sedikit heran dengan hati sahabatnya yang terlalu lembut.
Rachel menggeleng pelan, mengambil selembar tisu lagi untuk mengelap air matanya. "Gue nggak tega, Bil. Luna itu adik gue, nggak mungkin kalau gue kasarin dia."
Ungkapan dari Rachel membuat Nabilla bungkam, merasa tidak habis pikir.
"Sialan emang itu anak, ya. Nggak kapok kayaknya gue kerjain kemaren." Acha tiba-tiba membuka suara.
Nabilla mengangguk menyetujui. "Lo cuma kempesin ban sepeda doang, Cha. Mana mungkin dia kapok, lagian dia juga nggak tahu kalau lo yang ngelakuin hal itu."
Acha melirik ke arah Rachel, melihat lebam yang ada di kedua pipi gadis berparas lembut itu. Kini, wajah cantik itu tidak lagi mulus disebabkan oleh saudaranya sendiri.
Perlakuan Luna membuat Acha murka.
"Gue ke bawah dulu, ya? Mau ambil kompresan buat memar lo, kalau dibiarin begini nanti bisa tambah sakit, Chel," ujar Nabilla. "Oke? Gue ambilin, ya." Nabilla mulai beranjak.
Namun, pergerakannya ditahan oleh tangan Rachel hingga membuat Nabilla seketika menoleh. "Kenapa? Ada yang mau dititip?"
"Nggak usah. Sebelum kalian datang, gue udah coba kompres pipi gue, kok. Lo di sini aja temenin gue."
Acha menoleh menetap keduanya dengan mengernyit tidak suka. "Jadi, gue di sini nggak ada gunanya, ya?"
Sontak ucapan sarkas Acha membuat Rachel maupun Nabilla terkejut.
"Maksud lo apaan, sih?" Acha bingung.
"Never mind. Mau ke dapur dulu, haus."
Acha turun dari ranjang, berjalan dengan badan yang tegap, tangan kanannya bergerak mengambil jaket levi's yang ia letakkan di kursi lalu menyampirkannya ke pundak.
Setelah membuka pintu, Acha keluar, menutup pintu sedikit kasar hingga menimbulkan suara berisik.
"Biarin aja, Chel," ucap Acha mencoba menenangkan kemudian mengambil boneka Pororo milik Rachel dan memeluknya erat. "Mungkin dia lagi dalam fase pms," sambungnya santai.
Rachel tersenyum tipis.
"Iya, mungkin begitu."
~
Saat Acha berjalan menuju dapur, pandangannya beredar ke seluruh sudut ruangan yang banyak terdapat foto keluarga berbingkai besar.
Gadis itu mendekati salah satu bingkai paling besar yang terpajang di dekat arah ruang keluarga. Tema foto dengan setelan formal, Rachel tampak tersenyum sumringah duduk dengan kaki kanan diletakkan di atas kaki kiri, memakai dress berwarna biru pastel selutut dengan hiasan pita kecil di kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...