72.ZWEIUNDSIEBZIG

207 19 2
                                    

Kehadirannya terlalu indah,
jika hanya untuk sekedar singgah.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Luna memetik setangkai ilalang yang berada di depannya, lalu ia menggoyangkan ilalang tersebut ke kanan dan ke kiri sehingga bagian-bagian dari tumbuhan itu berterbangan mengikuti arah angin.

Senyuman manis terbit di bibir ranumnya diiringi dengan mata menyipit berbentuk bulan sabit.

Karena terasa menyenangkan, Luna kembali memetik ilalang dan melakukan hal yang sama berulang kali. Ketika bagian ilalang itu berterbangan, Luna bersorak kecil.

Melihat pemandangan indah di depan membuat netra El betah menyorot gadis cantik yang sedang berdiri tak jauh dari dirinya.

Padahal El membawa Luna ke halaman belakang sekolah untuk menjadi sandaran gadis itu saat bercerita. Tapi, nyatanya ketika sudah sampai, Luna malah berlari meninggalkannya dan asik bermain ilalang sampai sekarang.

El bersandar di dinding seraya tersenyum samar dengan kedua tangan bersidekap di dada.

Tawa riang itu benar-benar candu untuknya. El rela menukar apa pun demi memertahankan hal tersebut.

Kebahagiaan Luna adalah prioritasnya.

Tapi, kenapa di saat ia mati-matian membuat gadisnya bahagia justru keluarga Luna sendiri yang menghapus kebahagiaan itu?

El tidak habis pikir. Bagaimana bisa ada orang tua sekejam Rei? Bahkan pria paruh baya itu hampir membunuh darah dagingnya sendiri.

Ia berdecak. "Dasar orang gila," umpatnya emosi ketika bayangan Rei muncul di otak.

Karena mulai merasa jenuh, El menghampiri Luna yang sedang sibuk mengumpulkan ilalang di tangan kirinya.

Ketika sudah berada tepat di belakang gadis itu, El melingkarkan kedua tangannya di pinggang Luna lalu meletakkan dagu di bahu kanan sang gadis.

Dipeluk tiba-tiba oleh El membuat Luna sedikit tersentak kaget, hingga refleks ilalang yang ia kumpulkan susah payah berhamburan ke tanah.

"Ih! Kenapa jadi suka ngagetin, sih? Bryan yang ngajarin apa gimana?" protesnya kesal.

Padahal, Luna ingin menerbangkan ilalang tersebut secara bersamaan di saat angin mulai berhembus kencang. Tapi karena terkejut, semua rencananya gagal.

Tanpa sadar ia mencebikkan bibir.

"Iya ... maaf, ya? Nanti gue ganti ilalangnya," tutur El lembut.

Luna mengangguk kecil seraya menunduk menatap sepasang tangan yang mendekap perutnya. Kedua sudut bibir gadis itu tertarik ke atas, merasa geli dan juga senang.

Telunjuknya sebelah kanan bergerak, membuat pola abstrak di punggung tangan El. Sedangkan tangan kiri ia biarkan menghangat karena berada di antara tangan laki-laki itu dan perutnya.

Entah kenapa, ketika bersama El membuat Luna benar-benar lupa akan masalah hidupnya. Beban Luna seakan terangkat hanya dengan melihat senyumannya.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang