30.DREIßIG

462 59 205
                                    

Karena dirimu adalah rindu.
Yang selalu menyapa tanpa temu.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

"Loh? Itu 'kan ... Luna?"

Badan Bryan menegak dengan mata yang melebar.

Tanpa menunggu lama, Bryan segera membayar kopinya di kasir lalu berjalan menemui Luna di teras.

Tap

Tepukan di bahu membuat Luna yang sedang melamun itu terkejut, kemudian membalikkan badannya.

"Tuh 'kan! Ternyata mata gue nggak salah, lo beneran Luna!" seru Bryan girang, senyum lebar tercetak pada wajah tampannya.

Setelah mengetahui siapa yang menepuk bahunya, Luna mendengus lalu melipat kedua lengannya di depan dada dan kembali berbalik menatap ke arah jalanan tanpa menghiraukan keberadaan Bryan.

Sorot mata Bryan yang awalnya menyorot senang perlahan berubah menjadi sendu, kedua sudut bibirnya tertarik ke bawah. "Lun, lo masih nggak mau maafin gue?"

Luna menghembuskan napasnya berat, suasana hatinya yang sedang tidak baik-baik saja kini semakin parah karena bertemu dengan Bryan.

Gadis itu menelisik keadaan cuaca yang masih tidak menunjukkan tanda-tanda hujan akan reda. Dengan berat hati, Luna memantapkan hatinya untuk menerobos hujan sebentar lagi.

Daripada berdua dengan orang ini, mending gue basah kuyup aja di jalanan.

Luna melirik sebentar ke arah laki-laki yang masih berdiri menunggu respon dirinya. Kemudian, Luna berancang-ancang ingin berlari.

"Lun? Lo, kok, diem aj-"

Ucapan Bryan terpotong saat ia melihat Luna berlari kecil meninggalkan dirinya.

Mata Bryan melebar, padahal Luna sudah basah kuyup, tetapi gadis itu semakin memperparah keadaannya dengan menerobos hujan yang cukup deras.

"Luna!" panggil Bryan dengan teriakan yang keras, walaupun percuma karena gadis itu sudah berlari lumayan jauh.

Bryan menghembuskan napasnya lelah, lalu ia memasukkan ponselnya ke saku jaket kulit agar ponsel itu tidak basah dan tanpa ragu ikut menerobos hujan hendak menyusul Luna.

Bryan khawatir jika nantinya gadis itu akan sakit.

Dengan langkah lebar serta cepat, akhirnya Bryan bisa menggapai pergelangan tangan Luna. "Lun! Kenapa lo hujan-hujanan gini, sih? Lo bisa sakit!" sentaknya.

Luna menoleh dengan wajah yang datar kemudian menghempaskan genggaman tangan Bryan pada tangannya.

"Gue sakit atau nggak, sama sekali bukan urusan lo. Paham?!" bentak Luna nyaring seakan ingin mengalahkan suara hujan yang deras.

Bryan menggeleng. "Tentu aja itu bakalan jadi urusan gue, Luna. Gue sahabat lo, gue-"

"Stop! Lo bukan sahabat gue sejak beberapa tahun yang lalu. Berhenti berlagak lo peduli dengan keadaan gue! Dulu lo ke mana di saat gue lagi ada di titik paling lemah? Lo ke mana di saat gue bener-bener butuh sandaran? Gue nungguin lo, tapi nyatanya lo bikin gue kecewa, Bry! Lo cowok paling brengsek yang pernah gue kenal setelah Papa!" Luna meluapkan semua emosinya ke Bryan, air mata gadis itu kembali turun walau jejaknya disamarkan oleh hujan.

Mata Bryan ikut memanas, namun laki-laki itu tetap bungkam membiarkan Luna mengeluarkan segala macam bentuk kemarahannya.

Bugh

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang