26.SECHSUNDZWANZIG

458 60 205
                                    

Tidak ada masalah yang sepele.
Karena setiap manusia diberikan kemampuan serta kekuatan yang berbeda.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

*Masih flashback di toilet*

"Kenapa, sih, semua orang berlagak sok peduli? Gue muak!" desis Nabilla menatap tajam dirinya di depan cermin toilet.

Air matanya ia biarkan mengalir deras. "Terlalu naif, sok baik, sok paling suci ... gue benci!"

Gadis itu tertunduk dalam, memenuhi rongga dadanya dengan oksigen sebanyak mungkin dan mencoba untuk tenang.

Bayang-bayang masa lalunya membuat Nabilla dilanda amarah seketika. Nabilla benci orang-orang munafik, yang terlihat baik, padahal, jika berada di belakangnya mereka sibuk mengorek kekurangannya lalu tertawa bersama.

Nabilla tidak pernah percaya akan adanya persahabatan yang tulus.

Saat ia masih kecil, Nabilla pernah sempat percaya dan menaruh ekspektasi ke teman-teman di sekitarnya. Namun, harapan itu pupus ketika Nabilla tahu bahwa mereka hanya berperilaku baik kalau sedang berada di depan orang tuanya saja.

"Orang-orang munafik itu ..." Nabilla menggeram rendah. "Bertingkah seolah dia yang menjadi korban tanpa peduli gimana keadaan korban sesungguhnya."

Gadis dengan aksesoris serba merah muda itu mengeplak cermin di depannya dengan keras. Matanya memejam, masih dengan deru napas yang tidak beraturan.

Buku-buku jemari Nabilla memutih. Perlahan kelopak matanya terbuka dengan sorot tajam.

Namun, siapa sangka dibalik tatapan tajam itu terselip sorot terluka yang selalu berhasil ia tutupi sebaik mungkin.

Nabilla terlalu lihai dalam memainkan perannya, sehingga tidak ada satu orang pun yang curiga bahwa Nabilla pernah menjadi korban bully sewaktu kecil.

Nabilla merasa bersyukur atas itu. Karena setidaknya, tidak akan ada lagi orang yang bisa meremehkan dirinya seperti dulu.

"Gue bukan Nabilla yang dulu lagi, gue nggak akan mudah percaya untuk kedua kalinya sama kebaikan palsu kalian, manusia sampah."

*Flashback di toilet, off*

~

Jika di hari lain saat bel pulang sekolah berbunyi membuat Rachel bersemangat untuk pulang ke rumah, kali ini ia merasakan hal yang sebaliknya.

Bahkan, Rachel ada niat untuk melarikan diri barang beberapa hari walaupun sampai sekarang niat itu hanyalah sekedar angan tanpa pembuktian.

Langkah kakinya tampak pelan menelusuri lorong sekolah yang ramai, wajah ceria yang selalu ia tampakkan ke orang-orang sekarang berubah menjadi sedikit lebih sendu.

Jantung Rachel tidak bisa berhenti berdetak cepat. Bayang-bayang amarah papanya membuat gadis itu dilanda ketakutan yang teramat sangat.

Saat sampai di parkiran, Rachel hanya menatap kosong pintu mobilnya hingga membuat Pak Eko yang berada di dalam mobil mengernyit bingung.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang