76.SECHSUNDSIEBZIG

201 18 4
                                    

Ekspektasi tinggi tidak menghancurkanmu,
karena yang membuatmu hancur adalah keyakinan tinggi bahwa semua ekspektasi itu akan terwujud.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Mobil Bryan terparkir rapi di halaman rumah keluarga Rei. Laki-laki itu berniat mengantar Rachel ke sekolah.

Mereka sudah berbaikan. Ya, memang semudah itu.

Hampir tengah malam, Rachel menelepon Bryan untuk membahas kelanjutan hubungan mereka. Dan tentunya dengan senang hati Bryan membuka akses agar keduanya dapat bersama lagi.

Rachel juga memberitahu Bryan tentang Luna. Awalnya, si bule itu terkejut dengan fakta yang dibeberkan sang pacar. Namun Rachel berusaha keras meyakinkan Bryan jika Luna sudah tidak mempersalahkannya sekarang.

Kehidupan mereka berangsur membaik. Sekarang tidak ada lagi yang perlu ditutupi dan hal itu menjadikan hatinya diliputi rasa bahagia dan juga lega tak terhingga.

Dengan senyuman cerah sambil memainkan kunci mobil, Bryan melangkah masuk ke dalam rumah.

Akan tetapi, sebelum ia masuk ke dalam rumah megah tersebut, dua kakak beradik muncul menuruni tangga dengan wajah berseri.

Mereka saling melempar tawa sambil sesekali merangkul dan mengejek satu sama lain.

Kedua sudut bibir Bryan semakin tertarik ke atas. Ia menyandarkan diri ke pintu utama yang terbuka seraya menatap Rachel dan Luna dengan tangan bersidekap di dada.

"Good morning, Ladies!" sapanya dengan suara lantang.

Sedang Rachel dan Luna yang sebelumnya tidak menyadari kehadiran Bryan di ambang pintu kini sama-sama terjengit. Keduanya menatap Bryan dengan tatapan sengit.

"Ya ... seperti biasa. Bryan dan sikap jailangkungnya," cibir Luna dengan gelengan kepala. Gadis itu mengabaikan kehadiran Bryan, ia melangkah menuju ruang makan untuk mengisi perutnya dengan sepotong roti tawar dan selai.

Rachel melihat kepergian Luna dengan senyum geli yang terpatri. Lalu, ia beralih menatap Bryan. "Jangan kebiasaan kayak gitu, deh, Bry! Kalau di antara kami ada yang punya riwayat penyakit jantung, gimana?"

Bryan mengendikkan bahu sembari menampilkan cengiran. "Aku, 'kan, enggak ngagetin. Kalian aja yang terlalu sibuk sama dunia sendiri. Jadi enggak sadar, deh, ada aku di sini," kilahnya jenaka.

Mendengar penuturan sang pacar, Rachel hanya tersenyum maklum. Kemudian, ia berjalan menyusul adiknya ke ruang makan yang membuat Bryan melayangkan protes karena dirinya diabaikan oleh sepasang saudara tersebut.

"Babe! Kok aku ditinggal, sih? Mentang-mentang udah baikan akunya diabaikan, ya?!" tutur Bryan pura-pura marah namun tak urung berlari kecil mengikuti Rachel dari belakang.

~

"Ya, atur saja waktunya. Biar saya yang bertindak langsung." Rei menatap datar seorang pria dengan setelan formal di depannya.

Jika dilihat dari gestur, jelas pria tersebut adalah bawahan Rei karena ia tidak mengangkat wajah selama Rei berbicara.

"Baik, Tuan."

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang