52.ZWEIUNDFÜNFZIG

259 30 27
                                    

Jika dengan kesabaran malah membuat lukaku semakin menganga,
lantas dengan cara apa lagi agar sakit ini bisa sembuh, Tuhan?
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Luna menatap hampa langit gelap yang tampak diselimuti oleh bintang. Tanpa persetujuan, otaknya memutar ulang tentang apa yang telah dia lalui sampai saat ini.

Dimulai dari masa kecil yang penuh trauma, dilanjut dengan masa remaja yang selalu berteman akrab dengan air mata.

Jika ditanya, apa yang ingin dirinya katakan?

Luna tidak bisa menjawab. Karena, hidupnya terlalu rumit sampai-sampai Luna bingung harus mulai dari bagian mana.

Tes

Air mata itu jatuh, lagi.

Namun pandangannya tetap kosong, tidak peduli jika angin malam semakin menusuk permukaan kulit putihnya. Luna tetap berdiri, termenung di jendela.

Sampai sekarang masih belum ada kabar yang pasti mengenai mamanya. Dan hal itu membuat Luna, Rachel, maupun papanya dilanda stres dan panik.

Berharap cemas semoga ada kemungkinan kalau Agatha selamat dari kecelakaan maut itu walau dengan kemungkinan terkecil.

Hati Luna sesak. Mau bernapas pun rasanya tidak mampu.

Luna tidak sanggup jika hidup tanpa kehadiran sosok Ibu di sampingnya.

"Ma ... maafin Luna. Ayo pulang, ma. Luna janji enggak bakalan jadi anak yang nakal lagi, Luna janji bakalan ngerjain semua pekerjaan rumah tanpa tapi. Enggak apa-apa kalau Luna capek, asal mama bisa bahagia." Luna mengusap kasar pipinya yang dialiri oleh liquid bening.

"Ayo, ma. Luna janji akan perbaiki semuanya. Ma, Luna kangen ...."

Gadis itu terisak, membenamkan wajah di antara kedua tangan lalu menangis sepuasnya.

~

Di sisi lain, Rachel menghempaskan seluruh barang yang ada di sekitarnya. Gadis itu sudah tersadar dari pingsan sekitar sepuluh menit lalu. Awalnya Rachel masih tidak percaya, namun memori yang berputar tentang kejadian di mall membuatnya mau tidak mau harus menerima kenyataan.

Bahwa mamanya telah tiada.

Sosok lembut Agatha sudah tidak dapat lagi dia jangkau dengan netranya. Tidak dapat lagi dia dekap lewat tangan.

Kehadirannya ... tidak dapat lagi Rachel rasakan di rumah megah ini.

Sekarang, apa artinya tetap melanjutkan hidup di sini kalau sang malaikat tak bersayap itu sudah tiada?

Rachel menggeram, penampilannya benar-benar kacau.

Kamar yang semulanya rapi kini berantakan disertai pecahan kaca di mana-mana.

Gadis itu mencoba menghapus rasa sakit di dada dengan menepuknya berulang kali, namun tetap saja sakit itu bersarang di sana.

Rachel meraung, meremas rambutnya dengan kuat. Lagi-lagi untuk menghilangkan rasa sesak, walaupun tidak akan berhasil.

"Mama pasti masih hidup, 'kan? Mama enggak mungkin ninggalin Rachel sendirian di sini. Iya, 'kan?" Gadis berparas cantik itu melangkah lesu tak peduli pecahan kecil dari kaca mengenai telapak kakinya.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang