62.ZWEIUNDSECHZIG

199 23 17
                                    

Hal yang paling menyesakkan adalah ketika tidak bisa melindungi seseorang yang kita sayangi.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Untuk pertama kalinya Rachel tidak ingin bel istirahat cepat berbunyi. Dengan kedua tangan yang saling menggenggam di atas meja, gadis itu menggigit bibirnya bersama dengan perasaan yang gelisah.

Menyakiti Luna sama saja dengan menyakiti dirinya sendiri. Biar bagaimanapun, mereka tetaplah saudara kandung. Mereka tumbuh di bawah atap yang sama.

Perlakuannya ke Luna selama ini sudah cukup menguras mental dan emosi Rachel.

Iya. Setiap ia berbuat hal-hal kejam pada Luna, Rachel selalu dihantui rasa bersalah teramat dalam serta ketakutan yang tiada habisnya.

Kegelisahan Rachel mengundang tanda tanya pada diri Acha yang duduk di samping gadis itu.

Beberapa hari lalu, Nabilla meminta Acha pindah ke bangku sebelah Rachel karena gadis pinky itu ingin duduk sendirian.

Walaupun Acha merasakan kejanggalan, tetapi ia tetap menuruti kemauan Nabilla.

Nabilla juga sudah tidak pernah bergabung, gadis itu lebih memilih melakukan apa pun sendiri.

Semenjak balik dari rooftop, sikap Nabilla perlahan berubah.

Acha menatap Rachel dengan kerutan di dahinya. "Chel, lo kebelet apa gimana? Kok kayak gelisah gitu gue lihat?" tanya Acha santai. Sejak mereka duduk berdua, Acha menjadi lebih dekat dengan Rachel.

Maka dari itu, Acha sekarang merasa nyaman berada di dekat gadis berparas Barbie itu.

Rachel menoleh, membalas tatapan Acha tanpa mengubah raut gelisahnya. Untuk kali ini saja, Rachel ingin mempunyai bahu untuk bersandar. Pandangan Rachel berkabut, siap membasahi pipi dengan air matanya. "Gue takut, Cha." Suara itu terdengar samar.

Alis Acha menyatu.

Takut?

"Lo lagi ada masalah? Sini, cerita sama gue. Ada apa?"

Baru saja Rachel ingin menjawab, suara Guru Fisika menginterupsi mereka.

"Rachel! Acha! Jangan berbicara di kelas saya!"

Suara melengking itu membuat Acha meringis sembari mengusap kuping kanannya. "Iya, Bu."

Sedangkan Rachel menghela napas lelah, lalu kembali duduk rapi dengan mata yang fokus pada buku paket di meja.

Acha mencondongkan badannya ke Rachel. Kemudian, ia berbisik. "Nanti pas istirahat, lo harus cerita. Oke?"

Rachel mengangguk pelan, menyunggingkan senyuman tipisnya.

Masih di ruang yang sama, tatapan datar El menghunus Rachel. Pikirannya melayang membawa spekulasi negatif tentang keluarga Luna yang selalu ia coba abaikan.

~

Bel istirahat berbunyi. Setelah membereskan buku serta alat tulis, Acha segera menarik pelan tangan kanan Rachel untuk keluar kelas.

Acha memang sekepo itu.

Nabilla yang masih berkutat dengan ponsel, melirik ke arah dua temannya yang berjalan keluar. Mereka tampak lebih akrab dari sebelumnya.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang