Bagaimana mungkin ia bisa terbang tinggi,
jika sedari awal sayapnya sudah cacat?
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
"Aku enggak mau masuk," rengek Rachel kepada Bryan saat mobil itu sudah berhenti di parkiran sekolah.
Sedangkan sang pacar hanya menghela napasnya seraya tersenyum kecil, menggenggam tangan kanan Rachel lalu mengelusnya pelan. "Kamu harus sekolah, Sayang."
Rachel mencebik, disorotnya Bryan dengan kesal. "Kamu enggak lihat mata aku bengkak banget? Nanti aku diejek sama temen-temen, Bry ..." Gadis itu tetap kekeuh.
Bryan terkekeh, kemudian dicubitnya pipi Rachel sebentar. "Tetep cantik, kok."
Pujian itu tidak berhasil membuat Rachel luluh, justru ia memutar bola matanya sambil melepaskan genggaman tangan Bryan.
"Enggak mempan, wleee!" Dijulurkannya lidah ke arah Bryan, membuat ekspresi sekonyol mungkin sampai-sampai Bryan mendengkus lalu tergelak keras.
Mendengar suara tawa Bryan akibat ulah dirinya menjadikan perasaan Rachel menghangat. Semenjak kejadian menyesakkan mereka tadi pagi di kamar, tanpa sadar membuat keduanya terasa lebih dekat dan ... tulus.
Setidaknya, untuk saat ini Rachel masih mempunyai Bryan di sisinya. Meskipun Rachel tidak tahu persis untuk siapa hati itu, dan sampai berapa lama Bryan tetap bersama dirinya, kebersamaan mereka seperti sekarang sudah lebih dari cukup bagi gadis itu.
Kehadiran Bryan adalah luka sekaligus obat untuk Rachel.
"Bryan ..." panggilnya pelan yang direspon dengan dehaman karena Bryan masih mengeluarkan tawa sesekali.
Manik Rachel tampak meredup. "Sama kamu emang bikin capek batin, tapi ... kalau enggak sama kamu ... aku enggak akan bisa," ungkapnya tegas walau pelan.
Dan kalimat yang terlontar dari mulut Rachel sukses meredakan tawa Bryan, sehingga laki-laki itu kini menatap sang gadis dengan tatapan tak terbaca.
~
Bel sudah berbunyi lima menit yang lalu, untung saja Rachel mau menuruti Bryan untuk tetap masuk ke sekolah biarpun terpaksa.
Lagi pula Rachel ada hutang cerita dengan Acha, jadi sudah seharusnya ia membayar hutang itu segera.
Dilihatnya Acha dan Nabilla sedang duduk di kursi mereka, keduanya terlihat sibuk dengan urusan masing-masing.
Acha yang menenggelamkan wajah pada lipatan tangan di atas meja, sedangkan Nabilla sibuk menata rambutnya mencoba mengikat rambut sebatas dada itu dengan gaya pony tail.
Kaki jenjang Rachel melangkah ragu mendekati kedua gadis cantik itu.
"Pagi ..." sapanya sungkan seraya duduk di depan mereka.
Sapaan Rachel membuat Acha mengangkat kepalanya, raut bahagia tidak dapat disembunyikan dari wajah ovalnya. "OMOOO! AKHIRNYA RACHEL SEKOLAH LAGI!" Acha berteriak tanpa memedulikan kalau teriakannya membuat orang-orang di kelas itu menoleh risih.
Sedangkan Nabilla hanya mengangguk, memasang wajah tak acuh dengan kedatangan Rachel.
Entahlah. Sepertinya Nabilla merasa dirinya sudah mulai hilang respect kepada gadis satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...