Tuhan ...
Untuk sekali ini saja,
jangan biarkan asaku hanya sebatas fatamorgana yang dilalap oleh realita.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
Tangan kanan Acha yang bergerak ingin menampar Henny tiba-tiba tertahan saat merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh seseorang yang berdiri di belakangnya.
Ibunya masih menutup mata disertai badan menggigil ketakutan, tidak menyadari bahwa tamparan itu terhenti.
Gadis itu menghempaskan genggaman pada tangannya dengan sekali hentakan lalu berbalik badan.
Didapatinya seorang lelaki manis berperawakan sekitar dua puluh lima tahun dengan setelan formal serba hitam menatap bengis dirinya.
Dahi Acha mengerut dalam, tidak mengenal seseorang yang berada di hadapannya sekarang.
Apa dia suami Henny yang ke tiga?
"Jangan pernah coba-coba sakiti Mama saya!" ancam lelaki itu dengan nada tinggi.
Henny membuka matanya terkejut mendengar teriakan dari seseorang yang amat sangat dikenalnya.
"Evan," panggil Henny pelan.
Lelaki yang dipanggil Evan itu hanya melirik Henny sebentar, lalu matanya kembali mengintimidasi sosok gadis muda di depannya.
Perlahan kerutan di dahi Acha menghilang, tatapan bertanya-nya berganti dengan tatapan datar. Salah satu sudut bibir Acha terangkat, disertai alis kirinya yang juga turut naik ke atas.
Matanya meneliti lelaki itu sambil bersidekap dada.
"Well ... jadi lo anak dari kakek-kakek yang ngerebut Henny dari ayah gue, ya?" Netranya mendelik. "Not bad."
Sekarang giliran Evan yang memandang Acha dengan pandangan bertanya. "Ngerebut? Apa maksud kamu?" desis lelaki itu.
Acha memasang raut pura-pura terkejut seraya menutup mulutnya, alis gadis itu seluruhnya terangkat. Acha menoleh sedikit ke belakang, guna melihat ibunya yang sedang menampilkan raut gugup.
Mendadak perutnya merasa tergelitik hingga ia tergelak keras. Sekarang Acha paham situasi seperti apa yang sedang dihadapinya.
"Wah, lo enggak tahu, ya? Kan Henny itu-"
"Acha!"
Teriakan kembali menggema di ruangan bernuansa classy itu.
Henny berjalan mendekati keduanya dengan langkah tergesa, raut khawatir serta ketakutan menjadi satu. "Kamu keluar dari ruangan saya, sekarang!" sentak Henny kasar ke Acha sambil menunjuk pintu.
Acha kembali tergelak melihat raut itu.
Kenapa situasinya menjadi terlihat lucu?
Acha mengendik tak acuh, tetap tersenyum remeh seraya mengulurkan tangan kanannya untuk dijabat. "Nama lo Evan, 'kan? Kenalin, gue Acha. Anak kandung dari wanita yang lo sebut Mama."
Lelaki itu mematung. Sorot dinginnya kini tak lagi terlihat.
Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya, yang jelas uluran tangan Acha belum disambut oleh Evan.
"Evan! Jangan pernah dengerin anak ini, dia lagi delusi, Van! Kamu percaya sama Mama, 'kan, Nak?" Henny berjalan tertatih kemudian memegang erat kedua bahu Evan sambil mengguncangnya pelan. "Evan!"
Melihat drama yang sedang berlangsung di depannya membuat perut Acha dilanda mual. Ruangan yang terlihat luas ini tak cukup membuat pasokan oksigen Acha menjadi banyak, justru, Acha merasakan atmosfer yang semakin menyesakkan rongga dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...