15.FÜNFZEHN

543 84 291
                                    

Sempat terpikir untuk berhenti dan menenggelamkan diri ke dalam riak keputusasaan,
Sebelum dirimu datang lalu mengulurkan sejuta kesempatan kebahagiaan.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

El memberhentikan sepedanya tepat di depan sebuah panti asuhan yang bernama "Panti Asuhan Bunda Lily".

Luna turun dari boncengan, matanya menelisik ke sekitar. "Kenapa kita ke sini?"

El tersenyum, jari jemarinya menerobos ke celah jemari Luna, menggenggamnya erat menyalurkan rasa hangat dari telapak tangannya yang mulai menjalar ke tangan mungil gadis itu.

Luna terkejut, menatap tangannya yang kini tampak pas berada dalam genggaman tangan El. Lagi-lagi Luna dibuat blushing.

"El ... ta-" ucapan Luna terpotong saat El membuka suaranya.

"Yuk, masuk," ajak laki-laki itu membawa Luna ke perkarangan panti asuhan.

~

"Bagaimana bisa itu terjadi padamu, Rachel?!" teriakan Rei menggema di ruang keluarga.

Saat ini Rei, Rachel, dan Agatha sedang berkumpul di sana untuk membahas luka lebam yang berada di kedua pipi anak sulungnya. Lebam yang cukup parah hingga make up, pun tidak bisa menutupinya.

Rachel menunduk, meremas jemarinya dengan perasaan gelisah dan takut. "Ma-maaf, Pa. Rachel ... Rachel nggak bermaksud bertengkar dengan Luna, tapi ... Luna benar-benar memancing emosi Rachel. Luna bilang kalau Rachel adalah pecundang," jelasnya panjang lebar, nada yang dikeluarkan dari mulutnya terdengar bergetar.

Kemudian, gadis itu perlahan mendongakkan kepalanya guna menatap Rei yang sedang berdiri berkacak pinggang di depannya, menatap Rei dengan pandangan rapuh.

"Rachel nggak pernah mau main tangan dengan adik Rachel sendiri, Pa. Tapi ... ternyata malah Luna yang kasar dengan Rachel, waktu itu Rachel ditendang dan dipukul, Luna juga sempat meludah ke Rachel ..." Rachel memegang pipinya sambil meringis.

"Maafkan Rachel udah gagal menjadi kakak yang baik buat Luna, Pa," sambungnya lagi.

Agatha yang sedang duduk di samping Rachel kini perlahan mengusap punggung anaknya dengan tatapan iba. "Princess, seharusnya bukan kamu yang minta maaf."

"Benar." Rei memenuhi rongga dadanya dengan oksigen, lalu menghembuskannya perlahan. "Adikmu itu yang seharusnya minta maaf kepadamu, Rachel. Sekarang, di mana anak itu?"

Rachel menggeleng.

"Rachel nggak tahu, setelah kami bertengkar hebat, Luna pergi dan sampai sekarang belum pulang."

Mendengar penjelasan dari anaknya, Agatha mendesis. "Dasar jalang kecil, lihat aja nanti kalau dia pulang ke rumah, Mama akan beri dia pelajaran karena sudah berani menyentuh Princess kesayangan Mama."

Rachel tersenyum haru lalu menghambur ke pelukan Agatha. "Makasih udah selalu membela Rachel, Ma. Tapi, Mama harus janji jangan berlaku terlalu keras ke Luna, kasihan."

Agatha hanya diam mengelus rambut putrinya, begitu pula dengan Rei yang mengalihkan tatapannya ke luar dengan rahang mengeras.

~

Luna menipiskan bibirnya gugup, di depannya kini terdapat beberapa anak kecil berusia sekitar 5 tahun sedang menatapnya dengan pandangan ingin tahu. Sedangkan di samping kiri gadis itu ada sosok wanita berparas anggun yang juga sedang melihatnya dengan pandangan teduh.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang