Tidak akan ada terang,
Jika tidak ada kegelapan.
Dunia butuh keduanya agar dapat berjalan dengan seimbang.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
"Halo? Siapa, ya?"
Agatha menggigit buku-buku jemarinya gelisah. Selama beberapa hari ini ia selalu mendapatkan teror dari orang yang tidak dikenalnya, baik itu dari telepon maupun dari media sosial. Pesan-pesan yang ia terima dari si peneror pun mempunyai topik yang sama.
Tentang anak keduanya, Luna.
Si peneror tidak segan-segan mengancam akan melakukan hal-hal mengerikan kepada Agatha serta Rei jika mereka masih memerlakukan Luna seperti pembantu. Tentu saja karena ancaman itu membuat Agatha menjadi sedikit takut dan was-was walaupun sejauh ini, jenis teror yang ia terima hanya sebatas pesan singkat dan telepon yang tersambung tanpa ada suara.
Agatha menggenggam erat ponselnya. "Jangan macam-macam dengan saya, ya. Kamu bisa saya lacak," ancam Agatha kesal karena si peneror tak kunjung mengeluarkan suara.
Ya, Agatha sudah melacak orang yang menerornya sedari kemarin. Akan tetapi, Agatha tak kunjung mendapatkan jawaban karena nomor itu tidak bisa dilacak oleh siapa pun.
"Ini peringatan pertama dan terakhir, jangan pernah sakiti Luna."
Tuuut
Agatha terkesiap, ini untuk pertama kalinya ia mendengar suara orang yang selama ini menerornya. Ternyata dia adalah seorang lelaki.
Tangan Agatha bergetar hebat. Karena sebelumnya, ia sempat berpikir bahwa Luna lah yang iseng mencoba mengerjai dirinya. Namun, ternyata Agatha salah.
Pikiran Ibu anak dua itu menerawang, menerka siapa dalang dibalik teror yang meresahkan kesehariannya.
Apakah Luna mencoba menakut-nakuti dirinya dengan membayar seorang lelaki untuk membuat teror murahan seperti ini?
Tapi, Agatha yakin bahwa Luna sama sekali tidak mempunyai uang lebih untuk melakukan hal bodoh itu. Bahkan, untuk makan siang Luna di sekolah saja sepertinya gadis itu sudah mengalami kesusahan, karena Agatha hanya memberi 20 ribu untuk dipakai selama 3 hari.
Kepala Agatha pening, tidak ada satupun teori yang masuk akal melintas dalam benaknya.
Apa hubungan lelaki itu dengan anak bungsunya?
~
El memberhentikan sepedanya tepat di depan pagar tinggi kediaman Luna.
Menyadari dirinya telah sampai ke rumah, Luna turun dari boncengan. "Thanks, El." Ia menarik kedua sudut bibirnya keatas.
"Santai aja," ujar El melambaikan sebelah tangannya.
"Hm kalau gitu, gue masuk, ya?"
"Bentar." Lelaki berkacamata itu merogoh sesuatu ke dalam saku hoodie hitamnya, mengeluarkan sebuah ponsel. "Minta nomor lo, dong. Gimana bisa hubungin gue kalau nomor aja gak ada."
Luna tertawa, sejujurnya sedari tadi ia bingung bagaimana caranya agar bisa mendapatkan kontak El, ternyata lelaki itu yang meminta kontaknya duluan.
"Sini hp lo," pinta Luna menengadahkan tangan kanannya.
Setelah mengetikkan beberapa digit nomor whatsappnya di ponsel El, Luna iseng memberikan nama kontak dirinya dengan 'Luna Keren'. Gadis itu terkikik geli saat menyadari tingkah konyol yang ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...