55.FÜNFUNDFÜNFZIG

254 33 28
                                    

Karena dirinya hanyalah seorang manusia biasa,
yang terkadang bersembunyi dibalik tembok dusta.
Lihat! Betapa hebatnya dia,
ketika air mata itu bersampul rapi dengan tawa.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Rachel nampak sedang mondar-mandir di dalam kamar sambil menggigit buku-buku jemari. Perasaan kalut, bingung, dan kesal bercampur menjadi satu sehingga membuat kepalanya terasa ingin pecah.

Mulai besok dirinya sudah harus pergi ke sekolah dan itu benar-benar bukan sebuah hal yang baik karena Rachel akan dihantui rasa tertekan.

Tertekan karena bingung memilih pilihan yang sangat sulit baginya.

Antara kebahagiaan Luna atau kebebasan dirinya sendiri.

Rachel hanya bisa memilih salah satu. Bagaimana tidak pusing jika dihadapkan oleh situasi seperti ini?

Di satu sisi, Rachel sudah lelah berpura-pura membenci Luna. Tapi, di sisi lain dia juga ingin merasakan kebebasan tanpa harus menguras tenaganya untuk belajar tanpa henti agar bisa mendapatkan nilai yang sempurna di mata papanya.

Kepala gadis itu berdenyut nyeri, membuat Rachel memijit pelipisnya seraya memejamkan mata.

Kalau kayak gini gue harus gimana?

Ditambah lagi kabar sang mama masih juga belum mendapatkan kepastian, menimbulkan efek pusing yang semakin menjadi.

"Haaah ..., kenapa hidup di dunia rumit banget, sih?" gerutu Rachel.

Ia melangkahkan kaki menuju meja belajar lalu mengambil ponselnya sembari mengecek apakah Bryan ada mengirimi dirinya sebuah pesan?

Karena semenjak kejadian di mall, sikap Bryan menjadi berubah. Tidak ada lagi Bryan yang lembut dan selalu tersenyum padanya, sekarang berganti dengan sosok laki-laki dingin yang jarang mengeluarkan kalimat panjang.

Rachel menatap layar ponsel itu dengan tatapan nanar. Keadaan whatsapp-nya masih sama seperti beberapa hari yang lalu. Sepi, tidak ada satu pun pesan dari sang pacar.

Namun tiba-tiba Rachel teringat dengan dua orang gadis yang selama ini menemani dirinya di sekolah.

Acha dan Nabilla.

Mata gadis itu melebar. Ya ampun! Rachel terlupa bahwa sejak kabar pesawat jatuh, dia memblokir nomor teman-temannya karena tidak ingin diganggu, pantas saja Rachel tidak mendapatkan satu pun pesan dari mereka.

Ia berdecak. Saking terlalu banyak hal yang dipikirkan, Rachel jadi gampang lupa karena sering 'error'.

Jemari itu bergerak lincah mencari kontak yang diblokir, lalu membatalkan blokirannya.

"Jadi enggak enak gue." Rachel meringis ketika melihat Acha langsung mengiriminya pesan.

Padahal sedari dulu Rachel lebih merasa dekat dengan Nabilla, akan tetapi entah kenapa sekarang malah Acha yang gencar memberikannya perhatian.

Rachel tidak merasa risih akan hal itu, hanya saja dirinya sedikit canggung.

Acha Lakik
ASTAGA RACHEL! AKHIRNYA LO AKTIF LAGI! KE MANA AJA, NENG?

Gadis cantik itu terkikik geli. Merasa heran karena selama ini dia pikir Acha adalah tipe orang yang jutek, tetapi sekarang pemikiran itu telah terbantahkan.

Kemudian, jemari Rachel mengetik sebuah balasan.

Rachel
Ada banyak hal yang terjadi belakangan ini, besok gue ceritain.
Read

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang