Jika perihal mencintaimu adalah duka,
biarkanlah rasa ini tetap bertahta walau berakhir lara.
Karena hanya bersamamu,
bahagiaku tak lagi terasa semu.
-Evanescence-HAPPY READING, PEEPS!
~
Luna berjalan dengan sungkan saat masuk ke dalam panti. Matanya fokus menatap ke depan.
Ketika sudah berada di pintu kamar yang tertera nama 'El's Room', Luna mendadak merasa ragu untuk membuka pintu itu.
Untuk beberapa saat Luna terpaku di depan pintu dengan pikiran yang bimbang.
"Luna?"
Gadis itu terkejut saat mendengar namanya dipanggil dari arah belakang, sontak Luna membalikkan badannya.
"Eh, Bunda?" Luna tersenyum sopan, kemudian mendekati Bunda Lily dan mencium tangan kanan wanita itu.
Ekspresi Bunda Lily sekarang tampak lebih teduh dari sebelumnya. Melihat Luna yang berlaku sopan membuat hatinya gembira.
"Maaf, ya. Bunda enggak tahu kalau Luna ke sini. Bunda lagi sibuk di dapur, mau masak bubur buat El," terang Bunda Lily seraya mengusap pundak kanan Luna.
Luna ber-oh ria. "Hm ... biar Luna aja yang masak, Bun. Boleh, enggak?" izin Luna sambil menampilkan cengirannya.
"Loh? Luna enggak mau ketemu El dulu? El lagi demam, Nak," ujar Bunda Lily, senyuman masih terpatri di wajahnya cantiknya yang mulai menampakkan kerutan.
Gadis bersurai pendek itu mengangguk. "Iya, Bun. Tadi Naura udah kasih tahu Luna tentang keadaan El." Luna mengusap tengkuknya canggung.
"Luna cuma pengen masak buat El, udah pernah janji juga dulu. Tapi, kalau enggak boleh juga enggak apa-apa, kok, Bun," sambungnya.
Bunda Lily tertawa pelan melihat Luna yang terlihat canggung saat mengobrol dengannya. "Boleh, dong. Ya udah kalau gitu Luna aja yang masak buat El, ya?"
Netra hazel itu seketika menyorot ceria seraya mengangguk antusias. "Makasih, Bunda!" Refleks Luna memeluk Bunda Lily.
Wanita itu membalas pelukan Luna disertai tepukan pelan di punggungnya. "Sama-sama, Cantik. Oke, untuk arah dapur, Luna tinggal lurus aja nanti dapurnya ada di sebelah kanan," jelas Bunda Lily.
Luna melepaskan pelukannya kemudian memberikan jempolan. "Oke sip, Bunda!"
~
Bryan melajukan mobilnya setelah menyelesaikan urusan mengantar boneka serta cokelat Luna yang disambut meriah oleh beberapa anak kecil sehingga membuat Bryan tergelak.
"Ternyata tinggal di panti asuhan, ya," gumam Bryan dengan mata yang fokus ke jalan raya.
Selain tidak ingin melihat Luna kerepotan, tujuan Bryan menawarkan bantuan agar ia bisa bertemu dengan laki-laki yang bernama El.
Namun mungkin nasib baik sedang tidak berpihak kepadanya. Bryan tidak bisa bertemu dengan El karena laki-laki itu dilanda demam.
Tidak ingin mengganggu lebih lama, Bryan memutuskan untuk segera pergi dari panti itu.
Bukan ingin mengusik kehidupan orang lain, Bryan hanya ingin mengetahui bagaimana karakter seseorang yang dekat dengan Luna.
Bryan tidak ingin sahabatnya didekati oleh laki-laki berhidung belang atau semacamnya yang bisa mengancam keselamatan Luna. Oleh karena itu, Bryan selalu was-was dengan pergaulan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescence (END)
Teen FictionBELUM DI REVISI! -UPDATE SETIAP HARI SENIN, RABU DAN SABTU- Evanescence berasal dari bahasa Jermanik yang berarti "kehilangan". Novel ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis belia yang baru saja berusia 19 tahun bernama Luna. Dengan s...