16.SECHZEHN

517 82 286
                                    

Meminta bahagia itu bukanlah sebuah kesalahan,
Yang salah itu ketika menjadikan bahagia sebagai patokan untuk terus melangkah maju.
-Evanescence-

HAPPY READING, PEEPS!

~

Matahari sudah mulai undur diri dari posisinya, biru langit pun kini berganti dengan warna jingga.

Dua insan yang masih berada di jalanan dengan sepeda sebagai alat transportasinya itu sama-sama memilih untuk tidak membuka suara.

Menikmati angin sejuk yang menerpa helaian rambut mereka.

Perasaan Luna sekarang sedang diliputi oleh rasa bahagia yang membuncah sampai-sampai Luna terlupa bahwa baru saja beberapa jam yang lalu batinnya tengah terluka.

Luna lagi-lagi bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan dirinya dengan sosok laki-laki sebaik El.

Sedari tadi gadis itu masih mempertahankan senyumannya, perasaan Luna semakin membaik mengingat hal-hal yang sudah dilaluinya sepanjang perjalanan ini bersama El.

Namun, tiba-tiba satu pertanyaan terlintas dalam benak Luna.

"Bunda lo baik, ya? Cantik dan sederhana, lembut pula," puji Luna.

El terdiam mendengar penuturan Luna. Sebenarnya, El ingin menjelaskan perihal sesuatu ke gadis itu. Tetapi ketika melihat raut Luna yang bahagia membuat El mengurungkan niatnya.

"El?"

Laki-laki itu menerjab, tersadar dari lamunan.

"Iya?"

"Kapan-kapan lo mau, 'kan bawa gue ke tempat lo lagi?"

Helaan nafas El menjadi berat.

"El?" panggil Luna dengan intonasi sedikit tinggi sebab dari tadi Luna berbicara, El malah sibuk dengan lamunannya.

"Ah, oke. Kalau ada waktu luang, gue jemput lo."

"Nggak usah," tolak Luna halus. "Sepeda gue aja kembaliin," gerutunya.

El tertawa singkat, bisa-bisanya ia lupa perihal ban sepeda Luna yang kempes. Pantas saja gadis itu berjalan kaki.

"Oh ... iya. Besok pagi gue suruh temen gue antar ke rumah lo, tenang aja," ucapnya.

Luna mengeratkan pegangannya di bahu laki-laki itu. "Makasih untuk hari ini, lo baik banget."

Penuturan Luna melahirkan senyuman cerah di bibir El. Entah kenapa jika bersama Luna membuat El lebih sering tersenyum. Gadis itu mempunyai aura yang positif walau pakaiannya lebih terkesan seperti bad girl.

Faktanya, cara berpakaian dan inner beauty memanglah dua hal yang tidak bisa disama ratakan.

"Lo capek, nggak?"

"Hm?" El menolehkan kepalanya sedikit ke belakang, membuat Luna yang sedang berbicara di dekat telinga laki-laki itu menjadi refleks menjauhkan wajahnya, lalu tangannya tergerak memegang pipi El kemudian menghadapkan kepala laki-laki itu ke depan seperti semula dengan sedikit paksaan.

Luna mengerut, ekspresinya kelihatan dongkol.

Tingkah Luna membuat El menjadi tergelak. Setelahnya, El berkata, "Gue nggak capek, Luna. Emang kenapa? Lo mau gantiin posisi gue, hm?" ejeknya.

Evanescence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang