Destiny : 90 // END

5.7K 861 169
                                        


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Beberapa tahun kemudian

Di sebuah rumah mewah di ibu kota siang ini tengah terjadi adu mulut antara seorang pria tampan dengan papanya.

"Paa...please aku boleh ambil sekolah penerbangan ya" ucap Gavin yang baru saja lulus SMA itu.


"Vin, lihat kakak² kamu. Lana sama Varen nurut sama papa, masuk ke dunia bisnis. Ikut lah jejak kakak kamu, ngapain sih ambil penerbangan" ucap Alvarez.

"Paa..ayolah please" bujuk Gavin.


"Al, jangan paksakan kehendak kamu dong. Biarkan anak kamu menentukan impiannya sendiri, jangan dipaksa" ucap mama Sera yang masih terlihat cantik walaupun sudah tidak muda lagi.


"Maa tapi ngapain ambil penerbangan kalau keluarga kita aja punya dunia bisnis sendiri. Gavin bisa urus perusahaan Al bareng sama Varen, atau mendirikan perusahaannya sendiri" ucap Al.


"Mas anak-anak berhak menentukan masa depannya sendiri, kita sebagai orang tua cukup support aja" ucap Najwa.


Saat ini Gavin baru akan menginjak dunia perkuliahan. Sementara Lana sudah memegang perusahaan Mahapuri Cosmetic, dan Varen. Laki-laki itu juga sedang menempuh pendidikan MBA di Stanford University, Amerika Serikat.


"Vin, bisa dengerin papa. Ambil bisnis, terserah mau kuliah ikut kakak kamu di Amerika atau di London. Tapi satu yang pasti, ambil bisnis. Papa ngga terima penolakan" ucap Al langsung bangkit dan pergi ke kamarnya.


Sedangkan Gavin berdecak kesal dengan sikap egois papanya itu. Tanpa sepatah katapun Gavin langsung pergi juga ke kamarnya.

"Ya Allah, mas Al tinggi banget ego nya" batin Najwa sambil menggelengkan kepalanya.


"Assalamu'alaikum" sapa Lana yang baru saja pulang dari kantor.


"Ehh Wa'alaikumussalam, sayang" balas Najwa.

"Kenapa maa, tegang banget?" Tanya Lana.


"Biasa papa sama adek kamu ribut" ucap Najwa.

"Ckckck, kebiasaan si papa" sungut Lana.

Najwa lalu bergegas pergi ke kamar Gavin. Ia menatap putra bungsunya yang tengah duduk di kursi belajar.

"Gavin" panggil Najwa.

"Ehh maa" balas Gavin yang terlihat tersenyum menutupi kesedihannya.


"Kamu jangan sedih yaa, mama akan coba ngomong ke papa" ucap Najwa sambil mengelus pundak putranya itu.


"Hmm, ngga usah maa.. kayaknya percuma papa ngga akan ubah keputusannya" ucap Gavin putus asa.


"Sstt.. kamu meragukan mama?" Tanya Najwa sambil tersenyum.


"T-tapi maa.. mama kan tadi liat papa keras banget orangnya" ucap Gavin.


"Dengerin mama, sekeras-kerasnya batu jika di tetesi air terus menerus akan berlubang juga. Begitupun papa kamu, dulu papa juga keras orangnya. Tapi, setelah ketemu mama jadi berubah kan" ucap Najwa bergurau mencairkan suasana.


DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang