"ALLYCIA, bolehkah aku memelukmu?"
Ucapan itu masih terngiang-ngiang dikepalanya. Ma Jiaqi, pria yang sedang menyetir itu tersenyum tipis mengingat kejadian yang ia lalui beberapa menit yang lalu.
"Allycia, bolehkah aku memelukmu?"
Allycia mengerjapkan matanya, "Hah?" gumamnya bingung. Jiaqi melangkahkan kakinya satu langkah mendekati Allycia. Sementara wanita itu hanya mampu diam seraya menatap pria di depannya itu yang menurutnya cukup aneh.
"Diam berarti iya." Jiaqi menarik bahu Allycia perlahan hingga Allycia dapat merasakan dekapan hangat dari seorang Ma Jiaqi. Usapan lembut pada kepalanya telah berhasil menghipnotis Allycia, hingga wanita itu membalas dekapan itu tak kalah erat.
"Berapa kali kamu makan dalam sehari?" cicit Jiaqi disela-sela pelukannya. Allycia mendongak, "Kenapa?"
"Tubuhmu kecil sekali, tapi aku suka."Jiaqi mempererat pelukannya.
Cukup lama mereka berpelukan, sampai akhirnya Allycia angkat bicara, "Sudahlah, Jiaqi, kamu harus pulang." Allycia menarik diri dari dekapan Jiaqi. Tapi pria itu malah kembali menariknya hingga tubuhnya kembali menubruk dada bidang milik Jiaqi.
"Lima menit lagi, ya?"
Lagi-lagi Jiaqi kembali mengulas senyum. Untung saja saat ini dirinya hanya sendirian, jika tidak maka dia akan dikatai gila. Dan pada akhirnya, pria itu memberhentikan mobilnya tepat di halaman rumahnya.
Sebelum memasuki rumahnya, ia tak lupa mengambil sebuah paper bag yang berisi hadiah untuk Aiela. Semoga saja gadis kecil itu suka dan memaafkannya.
Jiaqi melangkah memasuki rumahnya. Dan Aiela adalah hal pertama yang menyambut kedatangannya. Bukan, gadis itu tidak menyambut pria itu sebagaimana mestinya, melainkan gadis itu sedang duduk di kursi ruang tamu sembari membaca buku cerita bergambar.
Jiaqi tersenyum kecil dan menghampiri putri kecilnya itu, "Aiela lagi apa?" tanya Jiaqi penuh dengan basa-basi. Aiela melirik Jiaqi tajam, "Sepak bola," jawabnya singkat. Jiaqi membulatkan matanya, kaget dengan jawaban putrinya yang sangat ketus, "Sejak kapan Aiela suka main bola?"
"Sejak papa tanya." Lagi-lagi Aiela menjawabnya dengan ketus.
Jiaqi terkekeh kemudian mengacak-acak rambut Aiela dan menciumnya dengan gemas.
"Papa!!!! lepasinn!!" Aiela berteriak sekuat tenaga berharap papanya itu berhenti mengusik ketenangannya. Oh, ayolah Jiaqi, bisakah kau tahu betapa sibuknya Aiela sekarang? Sibuk membaca maksudnya.
"Ini pipinya boleh digigit nggak?" tanya Jiaqi sambil menciumi pipi Aiela yang sedikit tembam.
"Jangan!" seru Aiela sambil menangkup pipinya yang tembam itu menggunakan kedua tangannya. Lucu memang.
Kini suasana diantara mereka kembali hening, Jiaqi menatap Aiela dengan sangat teduh, tersemat rasa penyesalan pada benak pria itu. Diusapnya kembali surai Aiela dengan lembut.
"Sayang, papa minta maaf, ya? Semalam papa benar-benar tidak habis pikir bisa melakukan itu, ada alasan yang tidak bisa papa jelaskan pada kamu. Papa minta maaf, ya?" ungkap Jiaqi dengan tulus.
Aiela menatap Jiaqi tak kalah tulus, "Iya, pa. Tapi papa janji jangan marah-marah lagi, ya? Aiela takut."
Jiaqi mengangguk dengan antusias, "Tentu! Papa janji tidak akan marah lagi. Jadi sekarang Aiela sudah maafin papa 'kan?"
Aiela mengangguk sambil memasang senyum lebar, "Iya!"
Jiaqi beralih pada paper bag yang ia letakan di atas meja, "Ini untuk Aiela." Jiaqi menyerahkan paper bag tersebut diatas pangkuan Aiela.
KAMU SEDANG MEMBACA
you and my time
Fanfiction❝you're my dream come true.❞ takdir telah mempertemukanku dengan seorang gadis kecil yang memiliki alis, mata, hidung, bibir, bahkan senyuman yang sama dengannya. hampir delapan tahun aku hidup tanpa sosok idola yang aku jadikan sebagai panutan, nam...
