forty nine ; lost

104 21 26
                                    

ALLYCIA menelungkupkan wajahnya pada ceruk  lipatan kedua tangannya. Kedua bahu wanita itu bergetar pertanda bahwa ia sedang menangis. Wajah cantiknya itu kini terlihat sembab, sebagai bukti bahwa ada rasa sakit yang mengganjal dihatinya.

"Jiaqi, kenapa semuanya jadi seperti ini?"

Hanya batinnya yang bisa berucap. Lidahnya kelu dan mulutnya itu hanya bisa mengeluarkan isakan. Sesak di dadanya telah membuat Allycia sulit untuk berkata-kata.

"Sekarang silahkan jika kau memang ingin pulang ke Indonesia. Ini sudah keinginanmu, 'kan? Aku tak bisa menahanmu lagi, karena pasti kau akan tetap bersikeras untuk pergi, iya 'kan?" ucap Jiaqi dengan nada yang lembut dan mampu menghipnotis Allycia.

Allycia ingin menangis, tapi sekuat tenaga ia tahan. Kini mata mereka saling bertemu seakan menyalurkan perasaan yang mendalam dari lubuk hati.

"Semakin lama aku semakin sadar bahwa mengekangmu adalah tindakan terbodoh yang aku lakukan. Sekarang terserah, kau bebas memilih dan menentukan kehidupanmu. Aku minta maaf kalau selama ini aku bersikap buruk padamu."

"Dan terima kasih atas harapannya, semoga aku bisa hidup bahagia dengan keluargaku sesuai dengan harapanmu. Dan semoga aku bisa terbiasa tanpamu lagi. Sekarang pergilah, dan jangan menampakkan diri lagi dihadapanku."

"Mulai sekarang lupakan semua yang telah terjadi diantara kita. Anggap saja kita tidak saling mengenal. Untuk Aiela, aku akan menjelaskan padanya secara baik-baik, dan memintanya untuk melupakan bibi kesayangannya."

"Pilihan ada di tanganmu, dan ini yang sudah kau ambil, jadi jalanilah."

Allycia memukul koper yang ada dihadapannya, ia berteriak selayaknya orang kesetanan sebagai luapan emosi yang bergejolak menguasai dirinya. Allycia ambruk, ia bersimpuh dilantai.

"Aku ingin kau menahan kepergianku, Jiaqi. Jika kau benar-benar mencintaiku, harusnya kau tidak melepasku semudah ini. Aku menyesal... Aku menyesal karena tak jujur kepadamu bahwa aku lebih mencintaimu. Aku mencintaimu sejak pertama kali aku mengenal apa itu cinta. Tahan aku, Jiaqi. Tahan aku...."

Perlahan-lahan pandangan Allycia mengabur, wanita itu tergeletak dan matanya langsung terpejam.

-  -  -

"Aku melepasnya."

Jiacheng tersedak akan minumannya yang hendak ia telan. Pria itu terbatuk-batuk tetapi adik kurang ajarnya itu hanya memperhatikannya sampai tenggorokan gatalnya itu membaik.

"Apa kau sama sekali tidak ada inisiatif untuk memberiku air, Ma Jiaqi?!"

"Tidak."

Jiacheng ingin mengumpat, tapi ia tahan karena minum jauh lebih penting untuk keselamatannya.

Pria itu mengusap sudut bibirnya yang basah, "KAU.... K... KAU MELEPAS—.... APA MAKSUDNYA?!"

Jiaqi menggeleng, "Aku melepas Allycia untuk kembali ke Indonesia. Bukankah itu keinginannya?"

"Tapi kenapa kau tidak menahannya, bodoh?! Sebenarnya kau mencintainya tidak sih?!"

Jiaqi menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, "Justru itu aku melepasnya, ge. Pria mana yang tega melihat wanita kesayangannya melihatnya menikah dengan orang lain?" Jiaqi tersenyum getir.

"Terkadang melepasnya adalah keputusan terbaik, menahannya sama saja aku melukainya, ge."

Jiacheng mengangguk paham, ucapan Jiaqi ada benarnya juga.

you and my time  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang