thirty ; love is true

105 25 13
                                    

KONDISI jalan raya kota pada sore hari ini terlihat tak begitu padat namun tidak bisa dibilang sepi juga. Langit yang sudah menguning membuat beberapa kelompok anak muda mulai bergerak-gerak mengikuti interupsi temannya yang sedang mengarahkan kamera kearahnya. Hari ini suasana sore terasa begitu menyenangkan.

Seorang wanita paruh baya tengah berjalan cepat memasuki sebuah restoran yang cukup terkenal dikalangan kelas atas. Wanita itu tersenyum sombong tanpa mengingat bahwa uang yang sekarang ia bawa adalah uang hasil jerih payah putrinya selama ini.

Ketika hendak memasuki restoran tersebut, tanpa sengaja bahunya menyenggol seseorang membuat orang tersebut terjatuh lantaran tak memiliki keseimbangan yang cukup. Tentu saja hal itu menyita banyak perhatian dari orang-orang sekitar.

"Astaga, maafkan aku, tuan." Wanita itu membantu seseorang yang telah ia senggol untuk berdiri.

"Tidak-apa-apa, terima kasih." Pria itu menatap wanita yang sudah membantunya, dan....

"Kau" // "Kau"

Mereka berucap secara bersamaan namun tak bersuara. Keduanya saling beradu pandang hingga wanita itu memilih untuk mengalihkan pandangan terlebih dahulu.

"Sepertinya keberuntungan sedang berada dipihakku hari ini. Setelah sekian lama akhirnya aku menemukanmu, Nyonya Eliza yang terhormat."

Eliza menatap tajam pria yang berdiri dihadapannya, "Ternyata kau masih mengingatku."

"Tentu saja, setelah kau merampok perusahaanku kau kabur begitu saja. Kita saling mengenal dengan sangat baik, tentu saja aku tidak akan lupa pada namamu."

"KITA HARUS MEMBAWA ALLYCIA PERGI DARI SINI SECEPATNYA, KAU DENGAR ITU?"

"Tapi kenapa? Kenapa kamu sangat terburu-buru, eum?"  jawab Brian, suaminya yang sedang sibuk membaca buku berbahasa Belanda.

Wanita itu tampak cemas sendiri, ia berjalan mondar-mandir seolah sedang merancang sesuatu di kepalanya.

Brian bangkit berdiri menghampiri istrinya itu dan mendekapnya, "Ada apa, Eliza? Kenapa kamu terlihat begitu cemas? Apa kamu sedang ada masalah dengan temanmu?"

Eliza memejamkan matanya, "Kita harus pergi," desisnya sambil membuka mata, "Tolong jangan jadikan ini sebagai wacana. Kita harus segera pergi!"

Brian mengerutkan keningnya, "Kita memang ada wacana untuk kembali ke Indonesia karena putri bungsu kita ada disana, tetapi Allycia masih sekolah disini. Tolong tahan untuk satu tahun kedepan, ya? Biarkan Allycia melanjutkan pendidikannya disini."

Eliza menggeleng, "Aku mohon, ini demi reputasimu juga, Brian!"

Brian semakin dibuat bingung dengan ucapan istrinya itu.

"Ajak Allycia pergi dengan alasan pekerjaan."

Brian menatap istrinya lamat-lamat, terbesit kekhawatiran yang sangat mendalam dari matanya. Sebenarnya apa yang sedang dikhawatirkan oleh istrinya itu? Ah, entahlah, Eliza tidak pernah cerita apapun padanya.

Brian mengangguk, "Baiklah, kita akan menjemput Allycia nanti. Sekalian mengurus perpindahannya."

-  -  -

Jiaqi melangkah memasuki pintu utama rumahnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, wajar saja jika badannya terasa sakit semua karena seharian ia menghabiskan waktunya hanya untuk duduk. Sejenak ia menghentikan langkahnya tatkala ia mendengar suara perbincangan dua orang yang terdengar samar-samar ditelinganya. Jiaqi menoleh kearah sumber suara, ia melangkah pelan menyusuri suara tersebut, hingga ia mendapati dua orang laki-laki yang sedang duduk dibangku taman samping.

you and my time  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang