sixty seven ; i'm not goddess

76 14 12
                                    

DIBAWAH cahaya remang-remang Allycia belum juga bisa terpejam. Ia menunggu-nunggu kepulangan sang suami tapi hingga kini Jiaqi belum menampakkan tanda-tanda kedatangannya. Jarum jam terus bergerak menunjukkan pukul satu dini hari membuat jantung Allycia kian berpacu kuat mengkhawatirkan Jiaqi.

Sejak kepulangannya dari Eropa, Jiaqi sama sekali belum beristirahat. Pria itu tampak sibuk dengan urusannya sendiri. Allycia hanya takut jika Jiaqi sakit.

Di sisi lain, Allycia juga menunggu balasan dari Dean. Wanita itu sejak tadi menatap layar ponselnya tapi tak ada satupun jawaban yang diberikan oleh Dean. Apakah pria itu sama sibuknya dengan Jiaqi?

Allycia menghela napas panjang sembari mengusap Aiela yang tengah tertidur sambil memeluk perutnya. Perlahan-lahan seulas senyuman tipis terbit dari bibirnya.

Sementara ditempat lain, tiga orang dewasa itu diam terpaku mendapati kedatangan beberapa orang berjas hitam dirumahnya. Rautnya benar-benar menyiratkan ketakutan meski sejak tadi ia sudah mengira bahwa masa ini akan datang.

"Anda harus ikut kami untuk menjalani beberapa hari pemeriksaan demi memgusut tuntas kasus ini, pak."

Tuan Ma yang merasa putus asa pun hanya mengangguk, mengabaikan suara jeritan sang istri di dalam sana.

Kedua tangannya diborgol, membuat nyonya Ma semakin histeris menangisi kepergiannya.

"Anda juga," ujar pria berjas hitam itu kepada Jiacheng.

Jiacheng mengangguk dan kedua tangannya juga diborgol.

Beberapa orang berjas hitam itu menarik tubuh mereka untuk masuk ke dalam mobil yang memiliki sirine diatasnya. Beberapa awak media juga ikut andil dalam meliput sesuatu yang sangat menggemparkan ini meski mereka belum tahu apa kasus dibalik semua itu.

Berbagai asumsi bertebaran di malam itu juga, berbagai platform internet dipenuhi oleh berita ditangkapnya sosok petinggi Ma Group meski belum jelas urusannya. Namun dilihat dari sikap histerisnya nyonya Ma, sudah dapat dipastikan bahwa ini bukanlah kasus yang kaleng-kaleng.

"Apakah sekarang anda sudah lega, sir?"

"Sejak kapan ada seorang anak yang lega setelah memenjarakan ayah dan kakaknya sendiri, Dean?"

Dean menunduk merasa bersalah atas pertanyaannya, "Maaf."

Jiaqi menyandarkan punggungnya pada jok mobil dengan keras diselingi dengan napas panjang keluar dari mulutnya. Hancur, hancur sudah hidupnya. Rasanya ia ingin membenturkan kepalanya pada dinding sampai pecah tak tersisa.

"Pak, kita berhenti di tempat biasa," intruksi Dean pada sopir yang mengendarai mobil untuk keduanya.

"Baik, tuan."

Jiaqi menoleh melirik Dean, "Kita mau kemana?"

"Ke tempat anda untuk melepas lelah, sir."

Jiaqi mengernyit, ia bingung dengan tempat yang menjadi kesenangannya. Sebelum mengenal Allycia ia suka sekali main ke club atau bar pada tengah malam untuk menghibur diri dibawah dentuman musik dan minum minuman yang mampu mengurangi stressnya. Tapi sekarang keadaannya berbeda, ia sudah memiliki istri dan sebentar lagi ia akan menjadi ayah dari dua anak. Jiaqi tidak boleh macam-macam, terlebih membuat Allycia sedih hanya karena tindakannya.

"Maksudmu night club? Kau gila aku sudah menikah?!"

Dean terkekeh, "Memangnya siapa yang mau pergi kesana?"

"Barusan kau bilang."

"Bukan, sir. Anda selalu berprasangka buruk pada saya, padahal saya ingin membawa anda ke tempat yang bisa saja membuat anda enjoy."

you and my time  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang