"AIELA ingin bibi menjadi mamanya Aiela."
Allycia terdiam, ia menatap lamat-lamat Aiela yang sedang memohon kepadanya. Gadis itu tulus mengucapkannya, ia hanyalah gadis polos yang ingin Allycia menjadi ibunya karena mungkin saja ia merasa nyaman bersama Allycia. Namun, hal itu bermakna lain bagi Allycia, wanita itu kini hanya memilih diam. Mendadak otaknya kosong, ia tidak tahu harus menjawab apa, segala bayangan mengenai hubungannya dan rumor yang menerpa Jiaqi mulai menghantuinya.
"Maaf, sayang." Allycia menunduk. Ia tak berani menatap wajah kecewa Aiela.
"Bukannya bibi tidak mau menganggap Aiela sebagai putri bibi sendiri, tapi...." Allycia menggantung ucapannya di udara.
"Tapi nama panggilan itu sangat sensitif, sayang. Aiela hanya boleh memanggil mama bagi siapapun yang akan menikah dengan papa nanti."
Aiela meraih pipi Allycia, "Kan ujung-ujungnya bibi yang akan menjadi mamanya Aiela." Gadis itu malah justru tersenyum, seakan ia tak tahu bahwa papanya itu sedang diterpa rumor yang kevalidannya sudah teruji delapan puluh persen.
Allycia juga ingin endingnya akan seperti itu, tapi apalah dayanya?
"Papa hanya menganggap bibi sebagai temannya saja, tidak lebih dari itu."
- - -
Pria dengan balutan jas hitam itu mengulas senyum ketika suara putri kecil yang selama ini ia rindukan itu mengalun lembut melalui speaker ponselnya.
"Sir, anda harus segera bersiap, karena malam ini anda harus menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh tuan Bastian Platers," ucap Dean yang baru saja memasuki kamar hotel yang ditempati oleh Jiaqi.
Jiaqi meletakkan ponselnya lantas menatap Dean, "Baiklah," balasnya dengan nada yang lelah. Karena jujur saja seharian ini ia sama sekali tidak beristirahat lantaran banyak sekali agenda kegiatan yang harus ia hadiri.
"Dean."
"Yes, sir?"
"Apa kamu akan tetap berdiri disini sementara saya akan bertelanjang dada?" tanya Jiaqi yang sudah membuka kancing kemejanya sebanyak dua kancing dari atas.
Dean gelagapan kemudian membungkuk sopan, "Baik, sir. Maafkan saya." Lantas Dean segera pergi meninggalkan kamar milik Jiaqi dengan salah tingkah.
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu Jiaqi bersiap, hingga pada akhirnya pria yang sejak tadi mereka tunggu-tunggu pun mulai menunjukkan batang hidungnya. Pria dengan balutan tuxedo maroon itu tersenyum tipis menyambut para asistennya.
"Sebaiknya kita segera berangkat karena kita sudah sangat terlambat, sir." Dean membungkuk sopan.
"Baiklah, persiapkan mobilnya, saya akan segera turun dua menit lagi."
Dean dan lima asisten lainnya mengangguk setuju lalu mereka pergi dari hadapan bosnya itu. Jiaqi melirik langit kota London yang menggelap disertai gemerlap bintang disana, tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Lebih tepatnya teringat akan seseorang yang lama ia tinggalkan. Andai saja orang itu berada di dekatnya saat ini, pasti ia akan merasa senang melihat pemandangan kota London yang sangat indah.
Namun di detik berikutnya ia segera menepis pikiran itu.
- - -
KAMU SEDANG MEMBACA
you and my time
Fanfiction❝you're my dream come true.❞ takdir telah mempertemukanku dengan seorang gadis kecil yang memiliki alis, mata, hidung, bibir, bahkan senyuman yang sama dengannya. hampir delapan tahun aku hidup tanpa sosok idola yang aku jadikan sebagai panutan, nam...
