"JIAQI, ayahku bilang aku harus pergi."
Dua anak kecil yang sedang menikmati bekal makan siangnya itu harus terhenti akibat dari ucapan dari salah satu diantaranya.
"Pergi? Kemana?" Bocah laki-laki berusia delapan tahun itu menatap lekat sahabatnya yang sejak tadi menunduk, takut untuk menatapnya.
"Pulang ke negaraku."
Hening. Sampai akhirnya bocah dengan darah Chinese yang sangat kental itu menarik bahu sahabatnya untuk menatapnya.
"Bukannya kita sudah berjanji untuk tidak saling meninggalkan?" protesnya dengan raut yang tidak suka.
Gadis berkuncir dua itu menitikkan air matanya, "Tapi aku harus pergi, aku harus pindah sekolah dan berteman dengan orang baru. Dan kita tidak akan bertemu lagi."
"Kenapa sangat tiba-tiba sekali?"
Gadis itu diam sejenak, meraih tangan sahabatnya dan dibawa diatas pangkuannya, "Maaf aku baru memberi tahumu, ayah mengatakan ini sudah lama. Tapi aku takut untuk memberi tahumu."
"Hari ini juga aku akan pergi," imbuhnya.
Anak laki-laki itu berdiri membuat tangannya terlepas dari genggaman gadis itu, "Aku benci dengan ayahmu, ibumu, dan semua keluargamu karena mereka sudah membuatmu pergi meninggalkan aku!" amuknya sambil menghempaskan kotak bekalnya sampai berantakan diatas rumput.
Anak perempuan itu menarik tangan sahabatnya sambil berdiri dari posisi duduknya, "Jangan membenci mereka, ayah hanya melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya."
"Sama saja, sebentar lagi ayahmu akan membawamu pergi bersamanya.
"Dan aku, tidak akan punya teman lagi!" Senyum getir itu tercetak jelas pada wajah anak laki-laki itu.
"Tapi ayah bukan orang jahat." Anak perempuan itu berusaha meyakinkan sahabatnya bahwa ayahnya bukanlah orang jahat, ayahnya hanya ingin melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya.
"Allycia, ayahmu sudah menunggumu di ruang kepala sekolah, cepat bereskan barang-barangmu, setelah itu pulanglah," ujar laoshi dengan sangat ramah. Berbeda dengan ekspresi mereka yang sama-sama muram.
"Ma Jiaqi, aku akan pergi. Jangan bersedih, ya?" Gadis yang dipanggil 'Allycia' itu mencium pipinya kemudian pergi bersama Laoshi membiarkan Jiaqi diam mematung ditempatnya.
"Hahahaha... lihat, sekarang dia sudah tidak punya teman, si cupu telah sendirian!! Hahahaha ...," ledek teman-temannya sambil melemparinya sampah. Jiaqi masih bergeming, membiarkan teman-temannya itu mengatainya bahkan melemparinya dengan sampah.
Satu-satunya orang yang mau berteman dengannya sekarang telah pergi. Lantas, siapa lagi yang mau menerima anak cupu sepertinya sebagai seorang teman? Ia rasa tidak akan ada.
Dibalik butiran air matanya yang menggenang, Jiaqi menatap sekelilingnya yang berlomba-lomba meninggikan suara hanya untuk menghinanya. Jiaqi tidak sepenuhnya buruk, ia hanya memiliki ketakutan untuk berteman dengan orang lain, maka itulah sebabnya ia menjadi anak yang sangat pendiam dan tertutup. Semua teman-temannya mengatainya sombong, tapi Jiaqi sama sekali tidak sombong.
Sebuah butiran bening telah lolos dari matanya, cepat-cepat ia menghapus air matanya namun sialnya air mata itu tidak kunjung berhenti untuk meloloskan diri.
Sejenak ia memejamkan matanya, membayangkan bagaimana hari-harinya setelah ini tanpa keberadaan Allycia disampingnya.
"Allycia, apa cita-citamu?" tanya bocah lelaki itu sambil menggambar sesuatu pada buku gambarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
you and my time
Fanfiction❝you're my dream come true.❞ takdir telah mempertemukanku dengan seorang gadis kecil yang memiliki alis, mata, hidung, bibir, bahkan senyuman yang sama dengannya. hampir delapan tahun aku hidup tanpa sosok idola yang aku jadikan sebagai panutan, nam...
