"BIANKA, berhenti!" teriak tuan Bastian kepada putrinya. Kedua kaki Bianka terhenti, wanita itu berhenti tepat diambang pintu. Dengan posisi yang masih membelakangi, Bianka dapat merasakan bahwa suara derap langkah ayahnya sudah semakin dekat.
"Ayah, aku mohon...," lirihnya tapi masih dapat di dengar oleh tuan Bastian.
"Untuk apa? Kau sudah mempermalukan ayahmu di depan muka umum, dan sekarang kau ingin memohon? Memohon untuk apa?!"
Perlahan-lahan Bianka memutar tubuhnya untuk menghadap sang ayah yang sudah berdiri tegak di tempatnya. Pria itu menatap garang Bianka yang berurai air mata.
"Memohon untuk tidak memaksaku menikah lagi."
"Kau harus menikah!" tegasnya. Wajah Bianka terangkat, ia menatap raut ayahnya yang memerah.
"Kenapa? Kenapa ayah selalu memaksaku untuk menikah?! Aku sudah bilang aku tidak mau!" tolaknya dengan keras, bahkan mereka lupa bahwa sekarang mereka berada ditengah-tengah orang banyak.
"Karena semua ini adalah salahmu sendiri! Memangnya apa yang bisa ayah harapkan darimu? Kau tidak berbakat di bidang bisnis, kau hanya bisa menghabiskan uang untuk keperluan modelingmu. Ketahuilah Bianka, semua itu tidak berguna!! Kau sudah dewasa tapi kau tak pernah sadar bahwa bisnis itu penting! Ayah hanya memiliki satu anak, yaitu kau. Ayah tidak punya pewaris lain untuk meneruskan bisnis ayah yang sudah besar namanya. Satu-satunya jalan hanyalah menjodohkanmu dengan pembisnis yang besar juga namanya."
"Dan orang itu adalah Alexander Ma," lanjutnya sambil menoleh kearah Jiaqi yang masih terdiam.
Bianka menggeleng, "Mau sampai kapan ayah sadar bahwa kesenanganku bukan di dunia bisnis melainkan di dunia modeling? Untuk urusan warisan, ayah bisa membagikannya kepada yayasan panti asuhan atau panti jompo, karena mereka sangat membutuhkan. Dari pada ayah pusing lebih baik lakukan itu saja."
"Kau bodoh atau apa?! Ayah mengumpulkan ini semua dengan jerih payah ayah sendiri. Ayah memulai semuanya dari nol dan dengan santainya kau berbicara seperti itu, dasar—"
"Cukup," potong Jiaqi yang kini tengah melangkah mendekati keduanya.
Mendadak suasana menjadi sangat hening, seperti menonton pertunjukan seni teater, mereka benar-benar menyimak.
"Saya tahu apa yang anda rasakan saat ini, tuan. Tapi bolehkah saya meminta untuk tidak membahas semuanya disini? Ini tempat umum dan sangat tidak pantas untuk membahas hal seperti itu disini. Tolong redamkan emosi anda."
Tuan Bastian maupun Bianka sontak mengedarkan pandangan disekelilingnya. Dan yang benar saja, mereka meributkan hal pribadi di depan para tamu undangan. Sangat memalukan. Karena tak dapat lagi membendung rasa malunya, tuan Bastian memilih untuk pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun, dan beberapa detik kemudian Bianka ikut menyusul sang ayah.
"Lebih baik, tutup saja acara ini," usul Jiacheng yang tiba-tiba bangkit berdiri dari tempat duduknya.
- - -
"Apa, Ge? Jadi kau yang melakukannya?"
"Ya siapa lagi memangnya?" jawab Jiacheng santai sambil memperhatikan asap yang menari-nari diatas cangkir tehnya.
"Tapi kenapa kau melakukannya?" Lagi-lagi Jiaqi merasa ingin tahu mengenai alasan Jiacheng melakukan semua ini. Sama sekali tak pernah terbesit di dalam pikirannya bahwa saudaranya itu akan melakukan hal konyol seperti ini.
"Karena...." Entah mengapa, tiba-tiba saja lidah Jiacheng terasa kelu hanya untuk menjawab, kepalanya mendadak terisi penuh akan Allycia.
KAMU SEDANG MEMBACA
you and my time
Fanfiction❝you're my dream come true.❞ takdir telah mempertemukanku dengan seorang gadis kecil yang memiliki alis, mata, hidung, bibir, bahkan senyuman yang sama dengannya. hampir delapan tahun aku hidup tanpa sosok idola yang aku jadikan sebagai panutan, nam...
