Motor Alaska berhenti di depan sebuah rumah abu-abu bergaya minimalis dan luas. Pekarangannya luas dan dipenuhi rumput-rumputan terawat. Tidak terpikir sebelumnya bahwa Alaska akan membawanya ke sini.Alaska melepaskan kaitan helm, menoleh pada Jinan. "Nggak mau turun?"
Jinan memandangnya ragu. "Ini ... rumah lo?"
"Ya lo pikir rumah pak RT?"
"Nggak gitu..."
"Turun, gih," suruh Alaska. Tak peduli gadis di belakangnya mencibir halus. Tidak ada mobil ayah dan ibunya di garasi, juga mobil Gio. Mereka belum pulang ternyata. "masuk."
Alaska membuka kunci pintu utama. Mata Jinan disambut oleh ruang tamu yang luas, dingin, dan sepi. Kemudian melewati ruang keluarga yang rapi. Tidak ditemukan siapa pun atau suara apapun di sana. Key juga tidak ada, apa mungkin tidak tinggal bersama Alaska?
Alaska mengajaknya naik ke lantai dua lalu berhenti di kamar paling pojok. Lantai dua sama seperti di bawah. Sepi, kedap suara, tapi bedanya di sini lebih dimanjakan oleh dinding-dinding kaca yang menampakan hamparan langit dan luar sana. Rumah ini seperti tidak ada penghuninya saja selain Alaska.
"Ji."
Jinan menoleh. "Ya?"
Alaska menunjuk kepalanya sendiri. "Helm lo belom dilepas."
Tangan Jinan langsung memegang kedua sisi kepalanya lalu berseru kaget. "Lah iya,.."
Alaska menggeleng halus seraya mengulurkan tangan untuk membuka kaitan helm. "Al.."
"Apa?"
"Kenapa ... ajak gue ke sini?" tanya Jinan , mencoba mencari tahu lewat retina Alaska yang masih fokus melepaskan kaitan helm. Kulit jemari Alaska tanpa sadar menyentuh dagunya. Terasa dingin.
"Terus lo maunya ke mana?"
Jinan terdiam. Membiarkan Alaska melepas helmnya dari kepala membuat rambut Jinan agak berantakan. Pintu kamarnya dibuka dan Alaska masuk sekaligus meletakan helmnya di atas meja. Jinan hanya berdiri di dekat kusen pintu, memandangnya ragu. "Al ... nggak pa-pa?"
Alaska membuang napas. Berbalik menatap cewek itu. "Masuk."
"Tapi—
"Masuk sebelum ada siapa-siapa di rumah."
Langsung Jinan melangkah gesit masuk dalam kamar Alaska. Matanya memindai pada kamar gelap yang dibantu penerangan rembulan. Aromanya berbau parfum Alaska, terasa dingin dan sangat rapi. Ada satu sisi tempat meja Alaska. Mungkin ruang kerja cowok ini.
"Tadi gue liat CCTV di beberapa tempat ruangan lo," Jinan berbicara pelan. "Emangnya nggak pa-pa?"
"Udah gue nonaktif sementara." Alaska menunjuk ponselnya. "Duduk aja. Gue ke bawah dulu. Jangan lupa kunci pintunya."
Jinan mengangguk pelan. Membiarkan pintu ditutup dan segera mengunci.
—
Alaska berdecak sebal. Mengusap rambut halusnya dengan kasar.
Sudah percobaan ke-berapa kali dalam mengusahakan untuk mengembalikan segala file-file yang hilang dalam hard disk-nya. Meskipun ada beberapa yang selamat tapi masih banyak juga dokumentasi penting yang terbaru.
Pintu kamar mandi terbuka. Jinan keluar dari sana dengan wajah lembab dan rambut terurai yang sengaja tidak dibasahi. Mengenakan kaus dan celana Alaska yang sedikit kebesaran di tubuhnya. Sebenarnya dia agak tidak enak dengan Alaska—yang mana tipikal sangat tertutup dan menjaga privasi. Apalagi semenjak tadi Alaska tidak banyak bicara padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Roman pour AdolescentsHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...