73

59 0 0
                                    

"A-Alaska?" Jinan nyaris kehilangan suaranya ketika Alaska menunduk menatapnya tepat di mata.

Dengan marah. Begitu berkilat dingin seolah membekukan Jinan di lantai kelab malam. Lengannya masih terasa remasan Alaska yang menariknya mundur.

"Pulang." Alaska menekan katanya dengan pelan. Kemudian tanpa aba-aba, menarik Jinan pergi.

"Al—

"Woi, lo siapa bawa-bawa dia, anjing?" Darren menahan langkah Alaska dan menarik kaus cowok itu. Alaska menahan Jinan di belakang punggungnya sementara dia menghadapi Darren.

Alaska mungkin terlihat tak sabar ingin pergi, tapi dia tetap menahan di sini, menatap balik pada Darren yang mendekat. Tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang menatap mereka. Darren nyaris menarik kembali tangan Jinan sebelum Alaska menahan dan menyentak. "Sekali lagi lo pegang, gue patahin tangan lo."

Tidak rasa takut di mata Darren. Egonya merasa ditantang dan memaki. Tidak ragu melayangkan pukulan di wajah Alaska. "Nantangin gue lo, bangsat?" Mata Darren berpaling pada Jinan. "Kalo cewek udah ke sini, artinya gue bebas mau pake."

Kalau saja kalimat itu tidak dilanjutkan, Alaska mungkin akan menahan tangannya yang langsung menghajar rahang Darren hingga cowok itu terlempar jatuh. Tidak berhenti, Alaska mendekat dan menginjak telapak tangan Darren hingga cowok itu berteriak keras. "Lain kali jaga mulut lo."

Jinan menelan ludah. Tidak pernah ada di bayangannya jikanAlaska akan mengotori tangan di depan matanya sendiri. Dia merasakan genggaman Alaska mengencang dan menariknya pergi. Diiringi makian keras dari Darren di belakang mereka tanpa berani menyentuh cowok itu. Suaranya saja membuat takut. Tangannya ditarik Alaska pergi, namun Jinan menahan.

"Al—

"Apa lagi? Lo mau di sini?"

Jinan menggeleng pelan. "Neli ..."

"Pulang sekarang." Dengan tekanan di sana, Jinan mengalah.

Mereka berdua pergi dari kerumunan manusia gila dansa dan alkohol. Tidak peduli beberapa pasang mata memandang dan ada juga yang bersorak seolah ingin melihat kelanjutan dari aksi ribut-ribut ini. Langkah Alaska terlampau cepat dan sulit digapai Jinan yang setengah di bawah pengaruh alkohol. "Al, tunggu."

Alaska tidak peduli dan seolah tuli, dia tetap menarik Jinan ke dalam mobil. Sepanjang jalan, Jinan takut-takut melirik pada Alaska. Di luar wajahnya terlihat tenang, tapi juga keras menahan marah. "Al, maaf..." lirih gadis itu.

"Turun." Alaska memerintah keluar saat sampai di basement, enggan memandang Jinan.

"Maafin gue. Gue tau gue salah." Jinan mencoba meraih tangan Alaska, tapi cowok itu menghindar.

"Lo nggak denger gue bilang apa?"

"Please, dengerin gue, " mohon Jinan. "Maaf, Al. Gue minta maaf, janji ini yang terakhir."

"Gue bilang keluar."

Jinan mungkin ada di bawah pengaruj alkohol, tapi secara sadar dia tahu Alaska marah. Gadis itu keluar dari mobil dengan lemah. Sekali lagi memandang mobil Alaska yang perlahan pergi dari sana. Menahan tubuh yang sempoyongan dan pusing luar biasa. Alaska bahkan enggan mengantarnya sampai ke dalam unit.

Kesalahan yang paling tidak Alaska sukai adalah ketika Jinan berbohong dan dia pernah mengatakan itu. Lagi dan lagi, Jinan melakukannya. Perutnya terasa mual dan kepalanya pusing, yang membuatnya segera ke toilet untuk mengeluarkan isi perutnya yang didominasi minuman. Dia tidak kuat minum sama sekali meski Deline pernah mencekokinya.

Tubuhnya lemas dan langsung terbaring di atas kasur dengan tengkurap. Wajahnya memerah padam akibat rasa panas. Tidak sadar jika kantuk mengambil alih dirinya.

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang