Hujan menggempur bumi sejak jam 10 pagi tadi. Derasnya tak kunjung reda meski tadi pagi amat cerah. Bau petrichor menguar di mana-mana. Demi beberapa menit yang lalu, ia berdiri di depan rumah putih dan berhadapan langsung dengan seseorang di depannya.
"Siapa?"
Suaranya persis seperti bagaimana dirinya sering dihadapkan dengan aura intimidatif laki-laki yang beberapa hari lalu mengobatinya. Auranya tajam, sedikit dingin, tapi di saat yang sama juga sangat keibuan. Wajahnya cantik khas oriental.
Belum sempat bibirnya menjawab, sebuah suara riang menyambar.
"Dia Kak Jinan, Oma. Temennya Bang Aska."
Suara Key dengan jaket pinknya. Memandangnya dengan mata berbinar dan senyuman lebar.
"Oh?" Wanita yang Jinan bisa perkirakan lebih sedikit tua dari ibunya itu menanggapi. "Ada perlu apa, ya?"
Kini mereka berada di luar, tepatnya teras rumah Alaska. Yang disebut sebagai Oma oleh Key—yang Jinan pastikan adalah mama Alaska. Masih dengan Jinan yang berdiri di luar teras meski hujan menggempur tapi dirinya masih terlindung jas hujan hijau, dan mama Alaska yang berdiri di atas lantai teras berhadapan dengannya. Tidak berniat juga menawari Jinan untuk masuk. Jinan juga tidak berharap banyak, toh dia ke sini hanya sebentar.
Jinan menyodorkan sebuah tote-bag warna hitam. "Sebenernya saya mau kasih ini langsung ke Alaska, tapi ternyata dia udah keburu berangkat ke Jakarta Pusat." Gadis itu memberikan senyuman sopan.
Mama Alaska menatapnya penuh penilaian, juga pada tote-bag hitam tersebut. Kepalanya mengangguk kecil. "Terima kasih. Akan saya sampaikan."
Jinan mengangguk berterima kasih.
"Jadi, ada yang bisa dibantu lagi?" tanya wanita itu. "Apa kamu ke sini hujan-hujan cuma mau memberikan ini? Nggak ada maksud lain?"
Buset. Jinan menggigit lidahnya menahan gugup luar biasa. Mengapa ibu dan anak bisa hampir sama seperti ini, ya? "Nggak ada, Tante. Cuma ini aja. Terima kasih, saya langsung pergi ya, Tante."
Jinan menunggu balasan dari wanita cantik di depannya, namun tidak ada balasan apapun. Senyum sopan terakhir ia ulaskan seraya membungkuk kecil, lalu berbalik meninggalkan kediaman Alaska. Menyempatkan membalas lambaian Key yang sedikit tak rela dia pergi.
Belum sampai di langkahnya yang kelima, mama Alaska memanggilnya. Jinan berbalik badan. "Iya, Tante?"
Mama Alaska—Hanna, menghela napas kecil. "Kamu cuma temannya Alaska?"
Awalnya Jinan bingung mengapa diberi pertanyaan seperti itu. Ia hanya mengangguk patah-patah. "Iya, Tante."
"Bukan pacarnya?"
"Bukan." Jinan nyaris tertawa. Kenapa bisanya mengira seperti itu?
"Yaudah," Mama Alaska mengangguk kecil.
Setelah dirasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Jinan benar-benar pergi dari sana. Membiarkan tubuhnya dihantam deras air hujan. Lagian sudah pulang sekolah dan hanya perlu kembali ke rumah.
Semenjak hari itu dimana Jinan menginap di kamar Alaska secara diam-diam, mereka tidak bertemu lagi. Hanya sekali, waktu itu Alaska mendatanginya ketika Jinan membeli minuman di kantin.
"Apaan, nih?" tanya Jinan dengan heran waktu Alaska menyodorkan sebuah benda berukuran kecil.
"Makanan kucing."
Mata Jinan mengerjap kaget. Random sekali. Dia meraih dari tangan Alaska sebuh bungkusan kecil. Kemudian balik menatap cowok di depannya. "Lo jauh-jauh dari gedung IPA cuma mau ngasih ini? Kan bisa chat gue."
![](https://img.wattpad.com/cover/207812913-288-k360840.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Teen FictionHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...