"Nilai ekonomi gue kok rendah banget, sih?!"
Neli mendumel setelah membaca hasil ulangannya. Angka 60 tercoreng besar di atas kertas HVS dengan tinta merah yang menandakan jika dia tidak lulus KKM. Huft, dia pokoknya kesal setengah mati padahal sudah belajar. Apalagi udah pake acara modus deketin Dandi biar bisa belajar bareng, tapi tetep aja nilainya serendah ini.
Buhg.
Seseorang datang melempar sedikit kencang tas ke bangku di sebelahnya. Otomatis Neli mendongak dan matanya membulat. "Kok baru dateng, sih?!" pekiknya.
Jinan yang mendengar itu langsung berdecak. "Ck, berisik." Suara Neli memang suka melengking dan lebay sekali. Gadis itu mengambil tempat duduk di sebelah Neli yang masih terperangah menatapnya. "Apa?" salak Jinan saat sadar Neli masih juga memasang ekspresi berlebihannya.
"Gila, gila.." Neli menggeleng pelan. "Lo beneran nih baru dateng banget di jam 10, dan lo nggak ikut ulangannya Bu Broto?! Lo itu cari lagi apa gimana sih, Ji!"
Jinan menghela napas seraya menggaruk pipinya yang tak gatal dengan telunjuk. Tak pelak dia juga lagi kepikiran dengan Neli. Semester belakangan ini nilainya suka anjlok meski di bidang Bahasa dan Sosial sangat membantu banyak. Tapi jika angkanya jomplang, tetap saja akan berpengaruh pada kenaikan kelas. "Iya, nanti gue datengin ibunya buat susulan."
Neli menghela napas berat. "Bu Broto itu keras dan galak. Tadi aja dia ngomel parah waktu ngabsenin nggak ada nama lo. Jadinya gue alesan deh."
Mata Jinan lantas menyipit curiga. "Alesan apa, nih?"
Neli berdehem. Tentu saja jinan tahu kalau Neli memang baik sekali suka membantunya memberikan alasan untuk guru-guru yang mencari Jinan, tapi dia tahu alasannya sedikit agak nyeleneh. "Gue bilang aja lo lagi... 'bocor' dan harus pulang. Makanya nggak sempet izin." Mendengarnya, Jinan mengelus wajah pasrah. Pasti saja dia malu jika laki-laki di kelas akan mendengar alasan memalukan ini. "Y-ya abisnya, sih lo nggak ada ngabarin gue mau bolos lagi. Gue cari alasan paling masuk akal kalo lo lagi nggak bisa kasih izin."
"Oke, thanks, Nel." Jinan pasrah saja. Toh juga sudah terjadi. Meski kadang ide random temannya itu suka melenceng.
"Lo belom jawab gue. Dari mana sih?! "
Lantas saja Jinan bercerita meski dia malas. Toh juga Neli akan terus memaksa dan menagihnya bercerita ke mana pun dia pergi. Tentang dirinya dikejar empat cowok dari jurusan lain yang sedang membolos sampai dia harus bersembunyi di dalam loker bekas anak olahraga.
Tentang dia yang diselamatkan oleh Alaska. Tapi tentu saja dia tidak menceritakan bagian ketika mereka di UKS.
Ya, bukan apa-apa, sih. Jinan sedang malas saja menceritakan bagian itu. Mengingatnya saja membuat telinganya memerah.
"Kebetulan banget ketemu Alaska, " celetuk Neli. Matanya menyipit curiga pada Jinan, seperti sedang mengendus perbuatan sahabatnya ini. "Kalian berduaan, ya?"
Jinan mengerjap dengan agak salah tingkah. "Ih, nggak ya. Ya kali, ngapain berduaan? Dia aja anaknya kan agak... gitu." Ucapannya gantung karena dia tidak tahu harus menjelaskan seperti apa.
"Iya, sih. Ah, nggak mungkin lah." Neli mengibaskan tangan. "Terus, terus?"
"Ya nggak ada terusannya." Jinan mengedik bahu.
Neli memundurkan wajah dengan helaan napas. "Lain kali jangan ke belakang sendirian makanya. Ngide banget jadi orang, di situ banyak cowok berandal nggak jelas. Udah masuk BK berapa kali juga nggak bakal ada kapoknya."
Jam istirahat tiba, disusul suara yang menyaring di audio tiap kelas menandakan untuk istirahat. Tanpa aba, Neli langsung mengajak Jinan seolah tidak membiarkan gadis itu kabur. "Ih, iya-iya, Nel. Gue ikut ke kantin."

KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Dla nastolatkówHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...