49

54 1 0
                                    

Inilah hari Jinan memasuki masa aktif sekolah. Banyak teman-teman kelas menyapanya dan menanyakan kabar. Karena meskipun seperti jarang terlihat, insiden perkelahian Jinan dan Aldo membuat namanya lumayan banyak dikenal. Apalagi sebenarnya, dia dulu dikenal sebagai seorang pacar Karel—most wanted sekolah yang tidak ada yang tidak tahu namanya. Gadis itu hanya tersenyum canggung dan malu. Untuk jam pertama syukurnya memang kosong karena akan dipindah ke jam siang, jadinya Jinan bisa bebas ikut ujian susulan.

"Gue temenin, ya?" Jinan menahan Neli yang kala itu sedang sibuk merekap anggaran OSIS.

"Eh, nggak usah, Nel. Fokus aja sama tugas lo, cuma ke perpus doang ini."

"Bener. Lagian abis ini kita mau bahas RAB kali, Nel, " sahut Angel, gadis yang duduk di depan mereka. Nemi menganga sedikit mendengar celetukan Angel yang tiba-tibalalu menghela napas.

"Ya udah, deh. Hati-hati loh, beneran bisa sendirian?" Neli khawatir sekali, apalagi Jinan mengenakan tongkat dan membawa tas.

"Beneran. Gue udah ahli pake beginian, keren nggak?" bangga Jinan yang dibalas dengusan tawa oleh Neli.

"Ya udah gih, kalo perlu apa-apa bilang gue." Jinan hanya membalas dengan jempolan dan pergi ke perpustakaan.

Perpustakaan nampak sepi, tidak ada petugas penjaga. Jinan diarahkan oleh wali kelasnya untuk mengerjakan di perpus saja. Tidak lama Bu Hani datang membawa kertas ujian mata pelajaran Antropologi, Ekonomi dan Bahasa Inggris. Jinan meneguk ludah melihat soal-soal itu, lalu meringis.

Sebenarnya tidak jauh-jauh dari yang ia pelajari tadi malam bersama Alaska tapi masalahnya adalah ingatannya agak terganggu. Ia menghela napas dan mulai mengerjakan.

..

Selang dua jam, Jinan merenggangkan otot setelah berhasil nenyelesaikan ketiga mata pelajaran tersebut. Kerongkongannya serasa kering. Setelah mengumpulkan kepada Bu Hani, gadis itu segera menuju kantin untuk membeli minuman sebentar. Karrna ia takut ada guru yang melihat, Jinan melalui jalan pintas dengan melewati lorong kelas yang beberapa sudah digunakan ubtuk gudang dan barang-garang olahraga serta properti.

Sesaat langkahnya terhenti ketika melihat beberapa laki-laki yang sepertinya membolos tengah duduk berkumpul di depan sana. Jinan menggigit bibir—karena perasaannya mungkin saja tidak enak. Maka dengan pelan-pelan, ia mengangkat tongkatnya untuk berbalik.

"Woi!"

Jantung Jinan serasa turun ketika mendengar suara itu. Suaranya sangat tidak asing. Sesaat Jinan merasa tangannya basah berkeringat dan pasti wajahnya pucat. Tentu dia tahu itu suara siapa.

"Lo budeg? Balik sini!"

Jinan hanya merutuk dalem hati. Kenapa di saat seperti ini dia harus bertemu dengan Aldo dan teman-temannya. Bahkan di saat Jinan belum sempat berbalik, Aldo sudah berdiri di hadapannya duluan dengan wajah meremahkan. Jinan hanya menunduk ketika Aldo memandangnya dari atas sampai bawah.

Aldo berdecih. "Sekarang lo cacat?"

Jinan tersentak ketika tubuhnya di dorong oleh Aldo sampai terjatuh berdebam di lantai membuat gadis itu meringis karena tubuhnya yang tidak siap menerima serangan itu.

"Mau lo apaan, sih?" tanya Jinan.

Aldo tersenyum smirk, kemudian berjongkok di hadapan Jinan. "Mau gue?" Mata beringas itu kemudian turun pada kaki, lalu naik pada rok Jinan yang agak terangkat sehingga menampilkan sedikit paha Jinan. "Gue harus nanggung malu dan di-skors tiga hari gara-gara lo waktu itu. Padahal cewek kurang ajar kayak lo emang pantes dikasih pelajaran. Dan karena lo tanya mau gue apaan, gue mau lo tidur sama dua temen gue. Tenang aja, dia dari sekolah lain."

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang