40

49 3 0
                                    

Netranya berhenti di salah satu pojokan kursi. Ruangan ini kosong tidak seperti biasanya, bahkan tidak ada satu pun kursi dan meja disusun. Kain-kain putih sudah dilipat meninggalkan debu-debu. Gorden ditutup rapat. Jinan masih ingat dengan jelas ini tempat terakhir dia dan Alaska bertemu kemarin di ruang desain.

Sebelum akhirnya, Jinan sendiri yang memutuskan untuk menjalani hidupnya tanpa seorang teman seperti Alaska. Mungkin terlalu berlebih, terburu-buru, tapi di saat yang sama terdengar masuk akal ketika Jinan dihadapkan dengan situasi genting yang kebetulan bisa mempermalukan dirinya sendiri.

Rasanya, napas Jinan tertahan dua detik. Aneh karena dia merasa begitu kosong. Karena di saat yang sama pula, ia merasa seperti kehilangan seseorang dua kali. Gadis itu melangkah lebih maju untuk berdiri di tengah-tengah ruangan. Alaska dan temannya yang lain mungkin sekarang sedang dispensasi menghadiri acara kemenangan mereka di Jakarta Pusat, bertemu orang-orang hebat dengan senyumam bangga. Sementara dia sendirian di sini hanya untuk meratapi.

Jinan menunduk, menatap kedua tangannya yang memar. Pikirannya masih sekacau kemarin bahkan mungkin lebih kacau.

Dia berantakan.

-

"Lo gimana sih masa ngerjain ini doang nggak bisa?!" Neli mendumel pada salah satu siswa bertubuh tinggi dan berotot besar, si Arnan yang kini memasang tampang polos.

"Ah, sorry... gue nggak terlalu ngerti bikin ukiran kayak gini," ringis Arnan.

Neli berdecak kesal seraya melempar kuasnya. Memang satu kelompok dengan cowok yang tidak pandai melukis seperti Arnan, ditambah dua temannya yang lain asyik berkeliaran ke meja-meja lain membuat Neli ingin menggigit meja. Tugas ukiran mereka bahkan belum diberi cat dan Arnan hanya menatap Neli dengan polos-ditambah wajah bersalah seraya menggaruk tengkuk.

Kepalanya menoleh ke sana kemari tapi tidak menemukan Jinan dimana-mana. Biasanya Jinan sedikit pandai melukis tapi sayang mereka sedang tidak satu kelompok, dan... ngomong-ngomong di mana cewek itu? Neli tidak melihatnya semenjak tadi, padahal mereka sempat bertemu.

Sampai salah satu dari teman mereka di luar berlari terbirit dari ambang pintu.

"WOI JINAN BERANTEM!"

-

Riuh beberapa siswa-siswi terdengar dekat lapangan. Seolah ada hal menarik, mereka membentuk kerubungan membulat yang berpusat pada satu pusat. Tidak, tepatnya ada dua orang yang saat ini menjadi bahan pembicaraan mereka.

"Woi kenapa pada berantem, anjir? Itu Also anak Bahasa, nggak, sih?"

"Gila, cuy. Pisahin itu cewek ama cowok berantem!"

Sebagian beberapa dari mereka berusaha memisahkan jinan dan satu cowok bernama Aldo yang baru saja mendorong Jinan namun tak berangsur lama Jinan malah mendorong balik dan menendang perut cowok itu. Lalu emosi Aldo membesar dan langsung menjambak rambut Jinan dengan kasar.

"UDAH ANJING! JANGAN MUKUL CEWE!"

Teman Aldo menarik lengan lelaki itu namun sang pelaku menyentak kasar dan malah menatap temannya marah. "Bodo, anjing! Cewek cowok sama aja. Kalo kurang ajar harus dihajar!"

Jinan meringis, lalu menendang tulang kering cowok itu sampai meringis kesakitan. Bukannya para penonton tidak ingin membela Jinan, tapi mereka sangat mengerti kalau Aldo itu.... mengerikan. Pembully besar, tidak cewek atau cowok akan habis di tangannya.

"Bangsat!" Aldo menampar keras wajah Jinan. Tepat saat itu, Aldo ditarik kasar oleh teman lelakinya dan dihajar balik.

"Dia cewek, goblok!" Hanya satu teman Aldo yang berani seperti itu.

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang