Pemotretan untuk seleksi ketiga hampir selesai hari ini.
Sementara beberapa anggota banyak yang sibuk, ada pula yang memutuskan untuk izin sholat sejenak di mushola sekolah. Alaska menghela napas lelah, meletakan kameranya di atas meja lalu meraih susu fullcream di tasnya.
"Eh itu yang buat website kemarin ke mana, sih? Ini nggak di-upload apa gimana ya," gerutu seorang cewek. Cewek itu mendekat pada Wildan. "Wil, ini nanti gue kasihnya ke siapa dong filenya?"
Wildan menyahut dari atas tangga, menjeda kegiatannya yang memasang kain batik di dinding. "Hah? Kasih aja ke Vanny, dia PJ publikasi."
"Nggak kirim ke Jinan? Bukannya abis ini harus langsung di-upload?"
"Udah kirim aja dulu kali, ah. Gue masih sibuk ini."
Gadis itu mendengus. Sudah 2 hari gadis bernama Jinan itu tidak datang padahal dia penanggungjawab penting di sini. Mau tidak mau, website dialihkan sementara kepada Vanny padahal gadis itu penanggung jawab publikasi bagian media sosial Instagram.
Hampir seluruh anggota menggerutu dan membicarakan Jinan.
"Gila ya tu cewek, nyusahin aja," sayup-sayup Alaska mendengar umpatan itu.
"Tau deh. Malu kalo abis berbuat salah, makanya deh lepas tanggung jawab."
"Awas aja, gue bilangin Serena biar di-roasting abis-abisan."
"Nanti juga dimarahin sama Alaska. Tenang aja udah. "
Alaska menghela napas. Bisa-bisanya mereka membicarakan anggota Alaska terang-terangan. Meskipun berbisik-bisik dan mengenakan earphone, suara mereka masih terdengar jelas. Lagunya belum disetel ternyata.
Cowok itu beranjak pergi ketika mendapat chat dari Pak Anwar yang meminta bantuannya. Dilepasnya earphone dan mengantungi ponsel. "Sya, ayo ikut gue. Dipanggil Pak Anwar."
Tasya yang berbincang panas langsung menoleh cepat dan mengangguk. Mengikuti Alaska menuju ruangan Pak Anwar.
Mereka itu menyebrang menuju ruang kepala sekolah. Menyusuri koridor yang lumayan sepi karena pulang jam sekolah. Sesekali berbincang sedikit. Tasya dari awal memang lumayan tertarik dengan Alaska. Makanya lumayan senang ketika dipanggil berdua.
"Alaska."
Langkah mereka terhenti. Ketika seseorang memanggil Alaska dari belakang. Gadis itu mendekat, tersenyum senang padanya. "Al, lo sibuk?"
Mungkin kalau di depannya adalah teman dekatnya seperti Wildan dan yang lain, dia akan mengajaknya berkelahi karena bisa-bisanya tersenyum riang begini ketika sudah 2 hari seenaknya meninggalkan tanggungjawab.
Tapi yang di hadapannya ini adalah Jinan. Dengan senyum senang yang tiba-tiba terpoles seolah tidak terjadi apa-apa. Cowok itu mendengus. "Sibuk."
Jinan mengerjap. "O-oh.." gadis itu menunduk sebentar. "Nanti bisa ketemu 'kan? Gue mau nunjukin sesuatu."
Yang tidak bisa dielakkan adalah bagaimana binar mata itu begitu kontras dengan memar yang mulai samar di wajah Jinan. Sebagian tertutupi rambut. Seolah memang sengaja disembunyikan.
"Nanti juga sibuk," jawab Alaska singkat.
Garis wajah Jinan menurun. Apa cowok ini masih marah padanya, ya?
"Tapi kalo-
"Lo Jinan, 'kan?"
Kepala Jinan tertoleh, menatap Tasya bingung. Kepalanya mengangguk, mengiyakan.
"Dari mana aja lo ngulang 2 hari?" Pertanyaan Tasya datang dengan sinis, seraya menyidekapkan tangan di dada. "Tanggungan lo numpuk dan anggota dan terpaksa harus back-up. Bisa-bisanya ya lo ninggalin itu semua setelah kemarin lusa buat kesalahan besar."
KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Teen FictionHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...