67

55 1 0
                                    

Belakangan ini, murid SMA Gelora Bangsa sudah sibuk mempersiapkan banyak ujian lulus dan kuliah. Penuh tekanan sebelum memasuki bulan-bulan ujian. Jinan menatap Neli lewat benaman tangannya. Temannya satu itu sedang stres memikirkan kelanjutan perkuliahan di saat orangtuanya mempunyai pilinan, tapi Neli juga punya keinginan. Jinan menghela napas, memikirkan dirinya juga yang luntang-lantung.

Bagaimana kelanjutannya, Jinan tidak tahu. Maksudnya, setelah lulus nanti, dia sendiri tidak tahu akan melanjutkan hidupnya seperti apa dan sebagai apa. Dia juga menginginkan kuliah, tapi rasanya Jinan ragu. "Gue pusing, stress banget. Bisa nggak sih kita kuliah diem-diem aja?"

Jinan melirik mendengarkan Neli yang berceloteh seraya memijat kening. Tampak sekali tulisan stres tercetak di wajahnya. Tidak pernah Jinan melihat Neli se-stress ini kecuali jika sudah menyangkut perkuliahan. "Kek... emang gue nggak boleh apa nentuin sendiri? Sebel banget."

Jinan mengangkat wajah dari benaman tangan. "Daftar aja, Nel. Cobain dua-duanya, mana tau salah satunya keterima dan itu pilihan lo."

"Masalahnya itu. Orangtua gue bakal marah kalo tau gue punya pilihan lain."

Sejauh yang Jinan kenal, orangtua Neli itu baik sekali. Selalu menyambut kedatangannya dengan baik, tapi jika menyangkut tentang kuliah, orangtua Neli bakal lebih keras. Sudah berapa kali Neli bercerita dan tidak pernah tidak menangis. Jinan pikir, mungkin masih mending hidupnya yang bahkan tidak dipedulikan Deline—dia bebas menentukan menjadi apa dalam hidupnya meski akhirnya dia jadi tidak tahu akan menjatuhkan pilihannya ke mana.

"Mending kita healing aja kali, Nan. Pusing gue ujian banyak banget, edan." Neli masih berceloteh seraya menutup catatannya. "Pantai seru kali, ya? Ada plan sih sebenernya mau liburan ke pantai sama anak OSIS. Masih lama anjir, abis ujian. Gue maunya sebelom ujian."

"Kalo gitu mana seru, Nel."

"Yang penting jalan, Nan. Ke mana, ya? Ajak si Alaska dah. Huft, pacar gue si Dandi lagi sibuk OSN, huhuhu... Mana bisa pacaran, gue kesepian." Neli memanyunkan bibir seraya menopang dagu dengan galau. "Lagian napa, sih, udah kelas tiga masih disuruh olimp. Mang cuma dia aja yang pinter?" dumelnya.

Jinan hanya menggeleng pelan. "Makan aja yuk. Bentar lagi istirahat."

"Mie ayam ya tapi?"

"Iyeee, Nel. Gumoh gue tiap hari makan itu mulu."

Neli terkekeh seraya mencubit pipi Jinan. "Sayang banget sih ama sahabat aku satu inihhh."

Jinan mendengus. Sound istirahat berbunyi, mereka langsung melipir ke gerobak mie ayam langganan setiap jam istirahat. Meski Jinan eneg-nya minta ampun, dia tetap berusaha menghabisi demi sang sahabat yang dilanda galau ini. Mendengar setiap curhatan Neli yang didominasi tentang keresahan kuliah. Setelah selesai, mereka kembali ke area sekolah. Langkah mereka terhenti saat bertemu dengan Bu Erti—guru Matematika tepat saat beliau sengaja menghentikan langkah mereka.

"Neli? Kamu anak OSIS, bukan?"

Agak kaget saat tahu bu Erti mengingat dirinya. Dia mengangguk. "Iya, Bu. Tapi sebentar lagi pelepasan sih, bu."

Bu Erti mengangguk. "Bantuin saya, ya? Ini saya lagi nyusun data buat akreditasi. Datanya anak-anak olimpiade, saya kekurangan anggota."

"A-ah..." Neli melirik Jinan yang menganggukan kepala. "Bisa, bu. Jinan ikut juga kan, bu?"

Jinan langsung melotot kecil tapi berusaha ia tahan. Memang Neli ini niat sekali tidak ingin menderita sendirian. Bu Erti melirik Jinan, lalu berseru. "Oiya, boleh tuh. Tapi Jinan bantu di perpus, ya? Bu Dewi juga lagi butuh orang katanya. Beliau cuma sendirian, kamu cepet datengin ya."

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang