Keringat membanjiri pelipis Jinan meski beberapa kali diusap. Terik matahari siang ini tidak seperti kemarin yang sedikit cerah. Gadis itu mengaliri kerongkongannya dengan air mineral sembari mengipasi wajahnya yang memerah. Hari ini adalah hari terakhir festival khusus pertandingan olahraga. Jinan memanfaatkan waktu break-nya di ruang desain yang tidak terlalu ramai hari ini.
Masih ada dua sesi pertandingan olahraga setelah ini. Jinan mesti meluruskan pinggang sebelum bertempur lagi dengan matahari.
"Dani mana?"
Sebuah suara mengagetkan Jinan ketika gadis itu memejamkan mata di bawah benaman tangan. Ia mengangkat wajah menemukan sang ketua sedang berdiri di ambang pintu-masih degan setelan kaus hitam, celana bahan hitam yang kontras dengan kulit putihnya.
Jinan menghela napas. "Ke kantin beli minum."
Alaska kemudian mendekat. Rambutnya tampak sedikit basah karena kelihatannya cowok itu sehabis cuci muka, membuat titik-titik airnya jatuh di pelipis kemudian melewati lehernya. Tidak ada kamera yang menggantung di leher selain botol mineral di tangan.
"Gimana?"
Alis Jinan terangkat. "Apanya?"
Alaska mengedik pada kamera di tangan Jinan. "Bisa?"
Jinan otomatis mencebik. "Bisalah."
Alaska hampir mendengus. Cowok itu kemudian duduk di meja depan Jinan yang langsung dihadiahi protes. "Ck, cuma duduk doang."
"Serah deh. Berarti besok gue nggak ada tugas lagi kan?"
Dahi Alaska langsung mengerut mendengar pertanyaan girang itu. "Kenapa lo seneng banget keliatannya?"
"Yaaa bagus dong, panas berdiri berjam-jam di tengah lapangan bikin rambut lepek. Belom lagi berisik, gue capek." Jinan mengeluh.
"Alay," cibir Alaska yang langsung dihadiahi tatapan sinis.
Jinan mencoba mengabaikan itu. "Gue mau balik dulu deh, lima menit lagi mulai."
Baru saja ia ingin berdiri Alaska menahannya. Gadis itu menatap bingung pada Alaska yang merogoh saku celana, sebelum sesuatu dari sana membuatnya cengo.
"Pake." Alaska mengulurkan benda itu.
Jinan menatap aneh pada Alaska yang menatapnya datar. "Buat apaan lo ngasih gue beginian?"
"Katanya panas. Gue pengap sendiri ngeliat rambut lo begitu."
Pertama, Jinan bingung. Kedua, jelas saja dia bertanya-tanya untuk apa Alaska mengulurkan sebuah pita kuning berukuran sedang yang ornamennya seperti anak-anak itu?
"Hah?"
"Ambil," perintah Alaska tak sabar.
Jinan menggeleng. "Lo... ngapain nyimpen pita beginian?" Gadis itu langsung menatap Alaska horor.
"Ya emangnya kenapa?" tukas Alaska, sebal sendiri dengan pertanyaan itu.
"Ya... gue nggak tau lo suka koleksi beginian..."
Anjir. Alaska mengumpat dalam hati. Tatapan polos Jinan yang masih menatapnya horor membuatnya langsung menjentikkan jarinya di kening gadis itu. "AW! Kenapa jadi gue?!" protes Jinan menutup keningnya. "Gue 'kan kaget?!"
"Makanya nggak usah banyak nanya."
"Gue 'kan curiga. Siapa tau aja lo mau jampi-jampi gue lewat ini," jawab Jinan asal.
"Nggak jelas lo," sebal Alaska. "Untuk apa juga gue jampi-jampi lo."
"Siapa tau lo ada apa gitu.."

KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Novela JuvenilHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...